05 Oktober 2008

MEMINTA HANYA KEPADA ALLAH, HADITS ARBAIN NOMOR 19 BAG.4

Oleh: Ust. Musyaffa, Lc 

Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda: 

… Dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah … 

Ini adalah kalimat keempat dari hadits Arba’in An-Nawawiyah yang ke sembilan belas. Atau disebut juga kalimat keempat dari wasiat (wejangan) Rasulullah saw kepada Abdullah bin Abbas ra. Tentunya, juga merupakan wasiat untuk seluruh umat Islam dan bahkan umat manusia seluruhnya. 
  

Isti’anah dalam Islam 

Kalimat keempat dalam hadits Arba’in yang ke-19 kata kuncinya adalah isti’anah, yang terambil dari kata ista’anta, fasta’in. Secara bahasa, isti’anah berarti meminta pertolongan. 

Namun, dalam Islam, isti’anah mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Hal ini dikarenakan kata ini terdapat dalam surat Al-Fatihah, surat pertama dalam Mushaf Al-Qur’an Al-Karim, sedangkan surat Al-Fatihah mengandung muatan global seluruh Al-Qur’an. 

Dalam surat Al-Fatihah ini Allah – subhanahu wa ta’ala – berfirman: “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS Al-Fatihah: 5) 

Penjelasan tentang kedudukan isti’anah dalam Islam adalah sebagai berikut: 

Pada ayat 5 surat Al-Fatihah tersebut Allah swt mengajarkan kepada hamba-Nya untuk menyatakan bahwa mereka hanya menyembah dan mengabdikan diri kepada Allah swt semata. Hal ini sejalan dan sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaan Jin dan Manusia, yaitu agar mereka mengabdikan dan menyembah Allah semata. (QS Adz-Dzariyat: 56). 

Tugas pengabdian dan ibadah hanya kepada Allah swt ini tidaklah ringan, dan manusia sebagai makhluk yang lemah (QS An-Nisa’: 28), penuh kezhaliman dan kebodohan (QS Al-Ahzab: 72), tentulah tidak akan mampu memenuhi tugas dan tanggung jawab yang sangat besar dan berat ini. 

Untuk itulah, Allah mengajarkan agar para hamba-Nya meminta pertolongan (ber-isti’anah) kepada Allah swt dan menyatakan bahwa mereka hanya meminta pertolongan ini kepada-Nya. 

Dengan demikian, isti’anah ini memiliki kedudukan yang sangat penting dan strategis, sebab ia merupakan sarana atau jalan untuk mensukseskan misi, tugas dan tanggung jawab manusia sebagai hamba, pengabdi dan penyembah Allah swt. Dan sekiranya sarana atau jalan ini tidak ditempuh, niscaya akan gagallah misi, tugas dan tanggung jawabnya. 

Untuk inilah, Rasulullah saw mengajarkan kepada Mu’adz bin Jabal – dan tentunya kepada kita semua – agar setiap selesai shalat, merutinkan dzikir: Ya Allah, berilah aku pertolongan untuk mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan baik dalam beribadah kepada-Mu (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud [1301] dan An-Nasa-i [1286]). 
  

Hubungan manusia dengan ibadah dan isti’anah 

Untuk lebih menjelaskan tentang masalah isti’anah dan kedudukannya dalam Islam, ada baiknya diketahui hubungan manusia dengan ibadah dan isti’anah. 

Terkait dengan hal ini, manusia dapat diklasifikasi dalam empat kelompok, yaitu: 

Pertama: Ahli Ibadah dan Ahli Isti’anah. Maksudnya, mereka menjalankan misi, tugas dan fungsinya sebagai hamba dengan baik, sekaligus baik juga dalam masalah isti’anah. Kelompok inilah yang dikehendaki oleh QS Al-Fatihah: 5. 

Kedua: Ahli Ibadah, namun bukan Ahli Isti’anah. Maksudnya, mereka menyadari misi, tugas dan tanggung jawab sebagai hamba Allah, namun, mereka tidak ber-isti’anah kepada Allah dalam menjalankan misi, tugas dan tanggung jawabnya ini. Akibat yang didapat dari tidak ber-isti’anah ini adalah: 

• Cepat lelah, sebab dalam menjalankan misi, tugas dan tanggung jawabnya ia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah swt. 

• Tidak merasakan kenikmatan dan keindahan beribadah, sebab ia lebih memandang ibadah sebagai beban semata. Akan tetapi, bagi mereka yang mendapatkan isti’anah dari Allah maka ibadah menjadi ringan dan karenanya ia akan merasakan nikmat dan indah dalam beribadah. 

Ketiga: Bukan ahli ibadah dan bukan pula ahli isti’anah. Maksudnya, kelompok ini tidak mau beribadah kepada Allah swt dan juga tidak ber-isti’anah kepada-Nya. Kelompok ini seperti Iblis, bahkan lebih buruk dari Iblis - na’udzu billah min dzalik- sebab Iblis masih mau “ber-isti’anah” walaupun hanya dalam batas “kepentingan dan keuntungan” pribadinya semata. Iblis “ber-iti’anah” kepada Allah agar ia diberi umur panjang sampai kiamat agar lebih memungkinkan baginya untuk menyesatkan manusia lebih banyak lagi. A’adzanallah minhu wa min junudihi. 

Keempat: Bukan Ahli Ibadah, akan tetapi “Ahli Isti’anah”. Maksudnya adalah bahwa kelompok ini tidak mau beribadah kepada Allah swt, namun terkadang mereka “ber-isti’anah”. Misalnya adalah para pencuri yang jelas-jelas menentang ajaran Allah, namun terkadang atau malah sering, sebelum mencuri mereka “meminta tolong” kepada Allah agar prosesi mencurinya tidak tertangkap misalnya. Mirip juga dengan kisah para koruptor yang jelas-jelas melanggar aturan Allah, namun sering sekali mereka berbuat baik kepada anak-anak yatim dan meminta tolong kepada mereka agar mereka mendo’akan para koruptor itu agar tetap berjaya, naik karir dan mulus semua urusannya. 
  

Bai’at untuk beristi’anah kepada Allah 

Para pengulas hadits arba’in selalu mengaitkan hadits ini dengan kenyataan bahwa Nabi Muhammad saw mengambil bai’at dari para sahabatnya agar mereka tidak meminta pertolongan (ber-isti’anah) kepada siapapun kecuali kepada Allah swt. Di antara sahabat yang dibai’at dengan hal ini adalah: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Abu Dzar dan Tsauban ra. 

Dikisahkan bahwa salah seorang dari mereka, pada suatu hari cemeti atau tali pengekang untanya terjatuh, karena sudah berbai’at untuk tidak meminta pertolongan (isti’anah) kepada siapapun selain Allah swt, maka mereka pun tidak meminta pertolongan kepada seorang pun manusia untuk mengambilkan cemeti atau tali pengekang unta itu (HR Muslim [1043]). 
  

Jangan merasa tak mampu 

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah terhadap segala hal yang bermanfaat bagimu dan meminta tolonglah kepada Allah dan jangan merasa tidak mampu. Dan jika engkau tertimpa suatu musibah, jangan berkata: ‘kalau saja aku berbuat begini dan begini niscaya akan begini dan begini’, akan tetapi, katakanlah: ‘sudah menjadi takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti dilakukan-Nya’, sebab, “kalau saja-kalau saja” itu membuka pekerjaan bagi syetan. (Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim [4816]. 

Inilah sebagian pelajaran yang bisa kita ambil dari wasiat Rasulullah saw ini. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan yang baik, lalu mengikutinya. Amiin.

KAMI SUAMI-ISTRI, KOK...

Beberapa waktu lalu, saya mengambil cuti kerja beberapa hari karena saya mendapat panggilan wawancara di Semarang. Suami saya tentu saja dengan senang hati mengantar saya. Setelah wawancara, saya ikut suami ke Pekalongan. Suami saya sebenarnya bekerja di Semarang, tetapi karena dalam setahun itu ada tugas di Pekalongan, jadilah dia harus bolak-balik Semarang-Pekalongan. 

Jarak Semarang-Pekalongan kurang lebih 100 km dan kami menempuhnya dengan sepeda motor selama tiga jam perjalanan. Lumayan bikin pegal juga. Alhamdulillah, tepat pukul 12 siang kami sudah sampai di Pekalongan. Kami langsung menuju sebuah hotel yang lumayan bagus, letaknya tidak jauh dari stasiun kereta api. Belum lagi memasuki hotel, saya sudah membayangkan mandi dengan air dingin dan tidur-tiduran di kamar ber-AC. Ah, tidak sabar rasanya. 

Saat akan membooking kamar, entah kenapa resepsionisnya terlihat bengong. Lalu dengan polosnya dia menanyakan identitas kami. Saya dan suami lantas mengeluarkan KTP. 

“Maaf Mas, Mbak..kalau mau booking kamar, KTP-nya mesti beralamat sama,” kata si resepsionis sambil mengembalikan KTP kami. 

Saya langsung jutek. Soalnya, KTP saya beralamat Bogor sedangkan suami Semarang. Maklum saja, kami menjalani long distance family. Setelah menikah kami tetap tinggal di kota tempat kami bekerja. Saya di Jakarta, dan suami di Semarang-Pekalongan. Sebulan sekali kami saling mengunjungi. Atau kalau lagi kangen-kangennya, bisa dua minggu sekali ketemu. 

“Kamu bawa surat nikah, Wi?” tanya suami saya. 

Saya menggeleng. Boro-boro surat nikah, sepatu buat wawancara saja ketinggalan saking buru-buru berangkat. 

“Mas, kami ini suami-istri kok hanya tinggalnya belum bareng,” suami saya berusaha meyakinkan si resepsionis. 

“Mas, nggak bisa ya buktinya cincin kawin saja?” kata saya setengah bercanda setengah bete memamerkan cincin kawin yang melingkar di jari manis saya. Tapi ketika melirik jari suami, loh, si mas kan tidak pakai cincin kawin! 

“Kalau nggak ada surat nikah, mending ambil dua kamar saja, Mbak. Ini kebijakan Pemerintah Kota,” saran mas resepsionis. 

Haa...lemas badan saya. Bayangan berleyeh-leyeh sesegera mungkin di kamar ber-AC hilang sudah. Kami keluar dari hotel sambil tertawa geli campur kecewa. Sebenarnya bagus juga kebijakan Pemkot yang tentu dimaksudkan untuk mencegah perzinahan. Mungkin hanya persoalan sosialisasinya saja yang belum tersebar luar, khususnya buat saya dan suami. Akhirnya, selama dua hari di Pekalongan saya terpaksa menginap di kos suami. 

Sekembalinya saya ke Jakarta, saya langsung cerita ke teman-teman kantor tentang pengalaman saya itu. Hasilnya, mereka tertawa terbahak-bahak sambil menyindir upaya saya menunjukkan cincin kawin agar bisa menginap bersama suami di hotel tersebut. Saya mengingatkan diri supaya membawa surat nikah bila bepergian jauh bersama suami, karena saya tak tahu di daerah mana saja kebijakan semacam itu berlaku. 

Dewi Rieka Kustiantari, Ungaran, Semarang

SEKOLAH ALAM TUNAS MULIA, BEKAL MASA DEPAN UNTUK ANAK-ANAK PEMULUNG

Sekolah sudah seharusnya tak hanya milik orang yang mampu saja. Sekolah Alam Tunas Mulia, Bantar Gebang, Bekasi, membuktikan bahwa anak-anak pemulung pun punya hak untuk menikmati pendidikan layaknya anak-anak lain. 
Sekolah Alam Tunas Mulia PortalInfaq memang bisa disebut sekolah alam. Ruang kelas berbentuk rumah panggung dari bambu, atapnya dari rumbia, lantai kelasnya dari kayu. Hawa sepoi-sepoi angin bak pendingin ruangan alami. Sejurus nampak halaman luas untuk bermain sepak bola. Udara segar dan nyaman karena pepohonan tumbuh di sekitar sekolah itu. 

  Siapa sangka sekolah ini adalah sekolah untuk anak-anak pemulung di Bantar Gebang. Apalagi tak nampak sampah berserakan, tak ada bau sampah yang terhirup hidung. Padahal jaraknya sangat dekat dengan pembuangan sampah terbesar di Bekasi ini. Memang para pendiri sekolah ini sengaja mencari tempat yang strategis, agar anak-anak nyaman untuk belajar. 


BISA BELAJAR DI MANA SAJA 

  Berdirinya sekolah alam ini tak lepas dari kerja keras pendirinya Juwarto dan Nadam Dwi Subekti (40). Berawal dari keprihatinan mereka atas pendidikan anak-anak pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, tahun 2004 berdirilah Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) yang diberi nama Tunas Muslim. TPQ ini berkembang dengan pesat. Ada sekitar 200 anak yang menjadi santri di TPQ tersebut. Usut punya usut, ternyata ada sekitar 100 santri yang tidak masuk sekolah formal. Setelah berpikir panjang, mereka pun akhirnya mendirikan sekolah alam ini. 

  Seperti namanya, tujuan sekolah ini memang mulia, yakni membuat sekolah semi formal untuk menampung anak-anak pemulung dan anak-anak di sekitar TPA Bantar Gebang yang tidak bisa bersekolah ke sekolah formal juga yang putus sekolah. Selain itu sekolah ini bertujuan mengembangkan bakat-bakat yang ada di dalam diri si anak yang terhambat karena faktor ekonomi. 

  Namun, membuat sekolah seperti ini bukan hal mudah. Ketika para pendiri meminta dukungan, tokoh-tokoh masyarakat di situ tidak terlalu menangggapi. Menurut mereka jika membuat sekolah seperti itu tidak mungkin ada anak yang mau sekolah di situ.  
  “Tapi, kita terus berjalan. Prinsip saya waktu itu, kita bisa belajar di mana saja. Kita bisa belajar di rumah orang, belajar di tenda, apalagi kalau ada saung, itu sudah cukup,” cerita Nadam, yang jadi kepala sekolah ini sejak berdirinya pada Oktober 2006. 

  Lokasi asri yang terletak sekitar 500 meter di belakang kantor Kelurahan Sumur Batu, Bantar Gebang, Bekasi ini akhirnya menjadi pilihan untuk mendirikan sekolah alam dengan cara menyewa tanah. Walaupun sebelum mencapai lokasi sekolah jalanan cukup berkelok-kelok dan becek ketika hujan, namun tak menyurutkan langkah Nadam dan Juwarto untuk mendirikan sekolah di sini. Selain mencari donatur, mereka pun dibantu guru-guru TPQ bergerilya untuk mencari murid yang mau sekolah. Alhamdulillah, Portal Infaq – sebuah lembaga ZIS nasional– mau menjadi donatur tetap dan mendirikan saung sebagai tempat belajar mengajar sekaligus berteduh dari panas dan hujan. 


SEKOLAH SEMINGGU TIGA KALI 

  Sekolah ini menerima siswa mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai setaraf SMP. Siswa biasanya dikategorikan berdasarkan kemampuan, usia dan sampai di mana mereka putus sekolah bagi yang pernah mengecap pendidikan formal. “Misalnya ada anak 15 tahun, tapi belum punya ijazah SMP, otomatis dia nggak bisa kelas 1 SMP dan tetap di kelas 6 SD sampai nanti dia punya ijazah SD,” jelas Nadam. 

Di sini walaupun sistemnya menggunakan kelas, namun kurikulum yang dipakai sistem Kejar Paket. Untuk Kejar Paket A setaraf SD, dan Kejar Paket B setaraf SMP. Mata pelajaran yang difokuskan adalah Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Selain itu diberikan pula pelajaran IPA dan IPS, walaupun tidak penuh. Guru di sini banyak memberikan soal-soal yang diselesaikan bersama. 

Jumlah murid sebanyak 105 orang – dari tingkatan PAUD sampai SMP – memang tidak seimbang dengan jumlah kelasnya yang hanya dua saung berukuran 6 x 6 meter. Untuk menyiasatinya maka dipergunakan sistem penggabungan kelas. Kelas 1 bergabung belajarnya dengan kelas 2, kelas 3 dengan kelas 4 dan seterusnya. Siswa belajar selama tiga kali seminggu bergantian dengan kelas yang lain. Untuk kelas 1 sampai kelas 4, siswa belajar dari Senin, Rabu, dan Jum’at. Sedangkan kelas 5, 6 dan SMP belajar tiap Jum’at dan Sabtu saja, imbuh Nadam. 

Jumlah guru pun masih sedikit, yaitu sekitar 7 guru untuk mengajar tingkat PAUD sampai SMP. Guru sekolah alam sebenarnya adalah juga guru-guru yang bekerja di sekolah lain. Mereka mengajar di sekolah-sekolah sekitar Bantar Gebang atau tinggal di dekat lokasi TPA. Setelah mereka mengajar di sekolah masing-masing, barulah mereka bisa mengajar ke sekolah alam ini sebagai guru sukarelawan. Tapi, kadangkala tugas mendadak atau rapat membuat mereka berhalangan hadir. Hal itu cukup mempengaruhi sistem pendidikan di sini. Acap Nadam lah yang menggantikan tugas guru yang berhalangan hadir tersebut. 

Namun begitu Nadam amat memaklumi sekaligus menghargai para guru sukarelawan itu yang membantu mengajar di sini tanpa mengharap imbalan apapun, walau kadang ada juga honor dari donatur untuk para guru dalam jumlah yang minim sekali. “Memang cukup berat jadi relawan di sini. Kita mengkondisikan anak-anak sendiri saja susah,” ungkap ayah tiga anak ini maklum. Rasa kemanusiaan dan niat untuk menggarap ladang amal-lah yang membuat guru relawan ini rela bersusah payah menjangkau lokasi dan membagi ilmu pada anak-anak yang kurang beruntung tersebut. 

Namanya juga sekolah semi formal, tentu saja beda dengan sekolah biasanya. Jumlah murid selalu berubah. Ada anak yang berbulan-bulan tidak sekolah, tiba-tiba masuk lagi. Atau tiba-tiba ada anak baru yang hadir di tengah jalan untuk belajar. “Ini memang bukan sekolah formal, yang penting ketika ikut ujian persamaan mereka bisa,” ujar Nadam yang mengaku memang tidak membatasi murid yang ingin belajar. 

Pada awalnya pernah jumlah murid yang 50 orang hanya tinggal 30 orang saja. Para pengurus sekolah pun mencari cara untuk menarik minat anak-anak pemulung dan anak-anak asli daerah itu untuk sekolah lagi. Akhirnya mereka dijanjikan diajak berwisata ke Monas jika rajin sekolah. Banyak yang kemudian sekolah lagi. Namun, itu dulu, imbuh Nadam cepat. Anak-anak itu kini sudah tak perlu iming-iming lagi karena mereka kini sudah mengerti pentingnya pendidikan. 
  

PROGRAM PRAKTIK LEBIH MUDAH 

Sekolah alam ini sedikitpun tidak memungut biaya dari siswanya. Para pendiri dan pengelola sekolah sadar bahwa keterbatasan biayalah yang membuat mereka terpaksa putus sekolah atau tidak bersekolah sama sekali. Anak-anak pemulung itu sepanjang usia belianya telah bekerja keras membantu orangtua mereka menyortir sampah atau mencuci plastik. Siang harinya baru mereka bisa bersekolah di sini. 

Biaya operasional sekolah ini masih mengandalkan biaya yang diberikan oleh donatur tetap mereka melalui PortalInfaq. Ada pula donatur-donatur lain yang memberikan buku paket, peralatan sekolah seperti buku tulis, pensil, pulpen, buku paket, dan buku cerita. Walaupun diakui oleh Nadam jumlahnya masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah muridnya. Untuk satu kelas rata-rata hanya memiliki 5 paket buku untuk dipakai bersama-sama. 

 Program ke depan, sekolah ini akan memperbesar porsi praktik. Sebab, menurut Nadam, program akademik ternyata dirasa cukup berat bagi anak-anak ini. Mungkin karena mereka sudah lama putus sekolah dan baru bersekolah kembali. Program praktik dirasa lebih mudah dan lebih berguna bagi kehidupan mereka. 

Program yang diadakan antara lain keterampilan menjahit, program pertanian seperti menanam singkong dan pengolahan hasil singkong, membuat bunga dari sedotan dan lain-lain. Program lain yang dekat dengan kehidupan mereka pun diberikan, seperti pengolahan limbah cair, pengelolaan sampah organik dan rencana ke depannya sekolah ini pun hendak mengadakan program cara pembuatan biogas karena di sekitar mereka mudah dtemukan kotoran sapi. Karena itu sekolah ini butuh instruktur relawan yang bersedia membagi ilmunya dengan mereka, harap Nadam. 

Sampai saat ini memang belum ada satupun siswa yang lulus program kejar paket. Namun dalam waktu dekat Nadam optimis paling tidak ada 10 anak yang akan berhasil lulus. Nadam memang tidak tergesa-gesa menuntut anak-anak didiknya untuk berhasil secara akademis. Yang terpenting justru penekanan pendidikan Islami yang diterapkan di sini. Sebab, kehidupan keras yang mereka jalani membuat anak-anak bebas dalam bergaul dan berkata-kata. Sehingga tugas para gurulah untuk memberi mereka pemahaman pergaulan yang Islami. 

“Misalnya anak wanita di sekolah wajib pakai jilbab. Lalu, kalau datang waktu Ashar maka kita wajibkan shalat Ashar di sini,” tutur Nadam. Program mabit (menginap sambil beribadah-red) untuk anak-anak yang agak besar pun sudah dijalankan dan mereka senang. Rencananya ini akan jadi program rutin bulanan. 

Hari pun beranjak sore. Anak-anak di saung masih asyik membahas tentang bulan dan mengapa tidak bisa ada kehidupan di sana. Suara tawa khas anak-anak mewarnai suasana belajar mengajar sore itu. Setidaknya di sini, sejenak mereka bisa menemukan kebahagiaan dalam belajar dan melupakan betapa keras hidup yang harus mereka jalani dengan mengais rezeki di antara tumpukan sampah. (Vieny Mutiara)

Mesir, Bumi Pergerakan yang Tengah Menghadapi Krisis Pangan

Bicara soal Mesir, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah para Nabi. Mesir juga dikenal melahirkan pergerakan Islam yang progresif dan melahirkan tokoh-tokoh ulama dunia. Kini, negeri ini tengah mengalami krisis pangan. Kekayaan sejarah dan peradaban ribuan tahun menjadikan Mesir sebagai tujuan wisata wisatawan seluruh dunia. Perkembangan Mesir pun berkaitan erat dengan perkembangan Islam. Sahabat Amru bin Ash, tahun 642 M berhasil menguasai kota tua Alexandria Mesir, yang saat itu dikuasai oleh Romawi. Amru bin Ash sendiri mendirikan Kota Fustat dan tahun 700 M, Fustat menjadi salah satu kota terpenting di dunia. 
  Tahun 868 M, Ibnu Tulun seorang Jenderal dari Dinasti Abbasiyah mendirikan sebuah kerajaan sendiri di sepanjang Sungai Nil. Wilayah kerajaannya berpusat di Mesir dan meliputi Cyrenaica, Palestina dan bagian barat Arabia. Di Fustat, Ibnu Tulun membuat sebuah kerajaan dan juga masjid yang bernama Masjid Ibnu Tulun. Sampai saat ini, masjid tersebut menjadi salah satu warisan budaya Mesir yang bernilai tinggi. Kekuasaan Ibnu Tulun berakhir ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Fathimiyah tahun 969 M. 
  Di bawah Dinasti Fathimiyah inilah Mesir mencapai kejayaan yang luar biasa. Kairo dijadikan ibu kota oleh Dinasti Fathimiyah. Pada zaman ini Islam berjaya lewat seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan arsitekturnya. Pada tahun 1072 dibangunlah Masjid Al Azhar yang menjadi pusat pengajaran berbagai ilmu. Masjid inilah yang menjadi cikal bakal Universitas Al Azhar yang sampai saat ini dikenal di seluruh penjuru dunia sebagai pusat pengajaran ilmu-ilmu Islam. Setelah itu berturut-turut Salahuddin Al Ayyubi, Dinasti Mamalik dan Dinasti Utsmaniyah menguasai negeri ini. 
  
Pergerakan Ikhwanul Muslimin 
  Setiap kali bicara soal Mesir tak bisa lepas dari fenomena gerakan Ikhwanul Muslimin yang dibentuk tahun 1928 yang berpengaruh ke seluruh dunia. Lahir dari buah pemikiran Hasan al Banna, oganisasi ini bergerak dinamis memperjuangkan dakwah Islam. 
Ikhwan sendiri fokus pada bidang sosial dan reformasi moral berlandaskan Islam. Ikhwan pun aktif berjuang melawan pendudukan Israel di Palestina. Hubungan pemerintah dengan Ikhwan mengalami pasang surut. Beberapa kali organisasi ini dilarang oleh rejim penguasa Mesir karena dinilai tak sejalan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Penangkapan dan hukuman mati untuk para aktivisnya tidak menggoyahkan penyokong gerakan ini. 
Walau sampai saat ini mendapatkan tentangan dari penguasa, Ikhwan tetap bergerak dan melakukan cara-cara cerdas seperti berkoalisi dengan partai lain di dalam parlemen. Bahkan, tahun 2005, para kandidat (independen) dari Ikhwan berhasil meraih 88 kursi, dari total 454 kursi. Menjadikankannya kelompok oposisi terbesar di parlemen Mesir. 
Daniel Williams menulis dalam sebuah artikelnya di Washington Post, di Mesir gerakan ini memosisikan diri sebagai organisasi reformis yang berkeinginan memperbaharui kebebasan berbicara. Ikhwan memang ingin mengakhiri undang-undang Mesir yang melarang warganya untuk berkumpul lebih dari lima orang dan butuh perizinan jika hendak melakukan kumpul-kumpul di tempat umum. 
Jamaah Ikhwan juga memperjuangkan persatuan dan organisasi profesional, transparansi keuangan pemerintah, membongkar korupsi di pemerintahan dan pembebasan untuk tawanan politik, puji Williams. 
Namun begitu, dalam melakukan perubahan Ikhwan tidak melakukan cara-cara radikal. “Tak perlu takut pada kami,” ujar Essam Erian, salah satu pimpinan Ikhwan. Dia menjamin organisasi Ikhwan bisa bekerjasama dengan partai politik lain dan organisasi pro demokrasi lain yang menginginkan reformasi.. 
Walaupun partai mayoritas yang dikomandoi Husni Mubarak memiliki 2/3 anggota di lembaga legislatif, namun itu tak menyurutkan langkah Ikhwan menggunakan forum legislatif untuk mempertanyakan kebijakan pemerintan Mubarak. Rahasianya adalah disiplin para anggota parlemen Ikhwan sendiri. Parlemen Mesir biasanya memiliki jadwal rapat pagi dan sore. Tapi partai Mubarak seringkali melewatkan pertemuan lewat tengah malam. Lain dengan Ikhwan yang bahkan ada di parlemen sampai tengah malam. Para anggota Ikhwan hanya keluar dari ruang rapat parlemen untuk menunaikan shalat lima waktu saja. 
Namun perjuangan untuk memperbaharui kebijakan juga tidak mudah. Beberapa waktu lalu pemerintah Mesir menahan 25 anggota Ikhwan dengan alasan memprovokasi kebencian terhadap pemerintah di depan umum karena mereka memprotes harga makanan yang semakin membumbung tinggi dan minimnya persediaan roti di Mesir. Juga mereka menentang kebijakan Mesir terhadap Palestina yang malah memperburuk kondisi warga Palestina di Gaza. 
Para anggota Ikhwan itu diancam hukuman tiga hingga sepuluh tahun di dalam penjara. Mohammad Habib, Ketua Deputi Ikhwan menyatakan bahwa yang diperbuat oleh pemerintah Mesir adalah upaya politis agar Ikhwan tidak bisa mengikuti pemilu lokal yang akan segera diadakan di Mesir. 
  
Krisis pangan melanda 
  Demo yang diadakan oleh anggota Ikhwan itu sendiri sebenarnya adalah gambaran dari kondisi masyarakat di negara yang 90% penduduknya adalah muslim ini. Memang saat ini krisis pangan tengah melanda dunia. Dan Mesir sebagai salah satu negara yang merasakan dampaknya. Seperti yang dikeluhkan oleh Mahrouz, tukang daging di Pasar Kota Kairo. 
Daging menjadi bahan pangan yang cukup mahal, termasuk untuk Mahfouz. Hampir tak ada pelanggan yang datang ke kios daging miliknya. Hanya nampak kaitan daging yang kosong serta sedikit daging sapi di kiosnya. ”Jagung dan tepung maizena kini semakin langka, harga daging juga semakin mahal, apa mau dikata bisnis sedang kurang baik,” keluh Mahfouz pada Spiegel online. 
  Seorang Ibu dan tiga anaknya juga mengeluh, dengan barang-barang kebutuhan pangan yang semakin langka dan mahal, akhirnya mereka tidak membawa satu kantong belanjaan pun di tangan mereka. “Kami tidak dapat bertahan hidup lagi kalau begini,” katanya. 
  Pinjamannya kini sudah meningkat dari 100 Pond Mesir menjadi 200 Pond Mesir. Penghasilan suaminya sebagai satpam juga sangat rendah hanya 100 Pond Mesir untuk menghidupi kelima anaknya. Dengan uang sebesar itu, katanya, hanya bisa membeli 400 keping roti atau 30 kilogram beras atau tiga kilo daging saja yang harus cukup untuk sebulan. 
  “Itu jelas tidak cukup. Kadangkala kami harus pinjam uang ke tetangga tiap akhir bulan. Harapan saya kini adalah harga kembali turun,” ucap wanita yang kini tak mampu lagi mengobati anaknya yang memiliki masalah pendengaran. 
Buat orang kebanyakan seperti mereka, kehidupan memang semakin terasa berat saja. Itulah yang terus diperjuangkan Ikhwan dengan berbagai cara agar masyarakat memperoleh kehidupan yang lebih baik. (Vieny Mutiara/ berbagai sumber)