25 Oktober 2008

shoutmix


Masjid Merah yang Masih “Merah”

Tragedi pembantaian di Masjid Merah (Masjid Lal), Islamabad memang sudah berlalu. Namun, trauma, aroma amis darah dan kegetiran masih terasa di sekeliling lingkungan masjid.

Selasa, 10 Juli tahun 2007 lalu, sejak dini hari, aparat keamanan selangkah demi selangkah mendekati komplek Masjid Merah di jantung kota Islamabad, Pakistan. Tapi serangannya memerlukan waktu dan lebih sulit dari yang diperhitungkan.

Ratusan santri dan kelompok bersenjata berat, melancarkan perlawanan sengit. Selama sepekan mereka menjadikan Masjid Merah dan madrasah yang terletak di kompleksnya sebagai benteng.

Setelah dua hari, operasi penyerangan berakhir. Diperkirakan 800 orang -termasuk para santri- tewas akibat serangan tentara Pakistan yang bersandi Operasi Siluman itu. Di antara korban tewas terdapat Maulana Abdul Rasheed Ghazi, wakil pemimpin Masjid Merah -seorang tokoh yang bersama abangnya, Imam Masjid Merah Abdul Aziz Ghazi, menjadi musuh Musharraf.

Jumlah korban yang mencapai 800-an itu sungguh luar biasa meski pejabat pemerintah hanya menyebut angka korban mencapai 200 lebih. Namun, seorang relawan Pakistan, Abdus Sattar Edhi, kala itu sempat menerima permintaan pemerintah untuk menyiapkan 800 kantong mayat, padahal sebelumnya ia sudah mengirim 300 kantong.

Berdasarkan laporan-laporan setempat, Presiden Pakistan Jenderal Pervez Musharraf, dinilai sejumlah pihak melakukan tindakan nekad dengan mengizinkan pasukan keamanannya menyerang Masjid Merah yang dikuasai kelompok militan Islam. Keputusan itu dibuatnya dalam sebuah pertemuan bersama pejabat senior pemerintah.

Penyerbuan brutal militer Pakistan itu dipicu ketegangan akibat perlawanan dan unjuk rasa anti-pemerintah yang digelar pengurus Masjid Merah, pada awal Juli 2007. Ketegangan tersebut berujung pada perlawanan bersenjata oleh pengurus masjid.

Tak terima dengan perlakuan takmir masjid, sepekan kemudian, militer Pakistan datang menggempur dan secara brutal menembaki siapa saja yang berada di lingkungan masjid. Tak pelak, korban pun berjatuhan, kebanyakan wanita dan anak-anak.

Tragedi pembantaian itu memang telah berlalu. Namun, peristiwa keji itu masih menyisakan trauma mendalam bagi warga Islamabad yang kerap melaksanakan shalat di Masjid Merah.

Abdul Rehman, warga setempat yang selama 15 tahun melaksanakan shalat di Masjid Merah mengatakan, bayang-bayang kematian dan pertumpahan darah senantiasa menghantuinya. “Setiap kali saya berangkat shalat ke masjid, saya merasakan ketakutan yang luar biasa. Seperti ada sesuatu di sana yang tak bisa dilihat, namun hanya bisa dirasakan,” katanya kepada IslamOnline.

Setelah serangan itu, selama beberapa malam Rehman tak dapat tidur nyenyak. Tiap kali mencoba menutup mata, bayang-bayang kengerian menghantuinya. “Saya tidak tahu apakah mereka yang melakukan tindakan brutal itu bisa tidur nyenyak atau tidak?” ujarnya.

Meski pemerintah telah mengecat ulang warna masjid dari merah menjadi hijau pasca operasi militer, Rehman merasa masjid itu masih berwarna merah. “Mungkin mata tak dapat melihat lumuran darah itu lagi. Namun hati dapat merasakannya.”

Seperti para jamaah masjid lainnya, Sabohi Khanun juga merasakan desingan peluru dan rintihan korban tewas masih berdengung di telinganya. “Masyarakat sekitar masih mengingat dengan baik teriakan para santri Masjid Merah yang meregang nyawa. Gelimpangan mayat anak-anak dan wanita masih terbayang di pelupuk mata masyarakat,” tutur Khanum, sarjana lulusan sebuah akademi di Islamabad.

Bagi Khanum, bayangan buruk tragedi Masjid Merah akan selalu menghantui masyarakat, setidaknya hingga keadilan menyapa roh para korban. Jika orang-orang yang bertanggungjawab dalam serangan Masjid Merah belum diadili, maka fenomena seperti Masjid Merah akan ditemui dimana-mana. “Para pelaku, termasuk Musharraf mesti diseret ke pengadilan. Jika tidak, fenomena bom bunuh diri di Pakistan takkan menemui akhir,” kata Khanum.

Seluruh tokoh yang terlibat dalam serangan Masjid Merah hingga kini masih banyak yang duduk di pemerintahan. Inilah yang menyulut balas dendam masyarakat. Kelompok-kelompok militan Islam menyatakan perang terhadap pemerintahan Presiden Musharraf dan melakukan serangan balasan, dengan tembakan senjata maupun bom bunuh diri. Serangan ini tak hanya diarahkan ke titik-titik pemerintahan di wilayah baratlaut Pakistan yang menjadi basis kelompok militan saja, namun juga dilakukan di kota-kota besar semisal Islamabad dan Karachi.

Banyak analis politik yang meyakini tragedi berdarah Masjid Merah begitu berpengaruh terhadap konstelasi politik Pakistan dewasa ini. “Serangan mengerikan itu tidak hanya merubah politik Pakistan saja, namun juga menghembuskan sentimen anti-Amerika Serikat secara luas,” kata Sajjad Mir, pengamat politik yang berdomisili di Karachi.

Kenangan buruk Masjid Merah takkan terhapus hanya dengan mengganti warna bangunannya. Walau kini masjid itu berwarna hijau, sejatinya ia masih tetap “merah”.

(sabili.co.id)

Diduga misi pemurtadan, 2 remaja muslim dinodai

"Tak mungkin kami terima, karena anak kami masih di bawah umur. Apalagi mereka beda agama," kata orang tua itu. Zulfikar berharap hukum menyelesaikan kasus ini seadil-adilnya. Zulfikar menduga, kasus ini terkait dengan upaya pemurtadan. Sehingga keluarga besar Muslimah menolak segala bentuk perdamaian.


Dua remaja muslim masih duduk di bangku SMP menjadi korban pemuda non-muslim. Keduanya, Muslimah, 14, dan Rismah, 14 (bukan nama sebenarnya) setelah dilarikan, selanjutnya dinodai dua pelajar SMA swasta di Jalan Thamrin, masing-masing FD dan SM. Parahnya, kedua pelaku berbeda agama dengan kedua korban itu.

Keterangan yang diperoleh dari orang tua Muslimah, warga Jalan P. Belitung, Kel. Bandar Sono, Rabu (22/10), menyatakan, anaknya dan temannya dilarikan selama tiga hari ke daerah Rambung Merah di Kota P. Siantar. Di salah satu tempat kos, kesucian keduanya direnggut pelaku. Ketika kedua remaja itu berhasil ditemukan, kondisi keduanya dalam keadaan linglung dan tak mengenal lingkungannya.

Diterangkan, beberapa hari sebelumnya, Rismah teman Muslimah di salah satu SMP Negeri di Jalan Thamrin, menjemput Muslimah ke rumahnya di luar jam sekolah. Tanpa ada kecurigaan keluarga melepas pergi keduanya. Namun hingga malam hari, kedua remaja itu tidak pulang ke rumah. Kondisi itu berlangsung selama tiga hari.

Setelah mencari ke sana kemari diperoleh informasi kedua remaja itu di P. Siantar. Informasi itu ternyata benar, karena keduanya berada di salah satu tempat kos di daerah Rambung Merah. Setelah ditemukan keduanya dibawa pulang. Namun, kondisi mental Muslimah tidak stabil.

"Dia seperti kehilangan kesadaran dan tak bisa diajak bicara serius," kata Zulfikar didampingi istrinya Hamidah. Dalam kondisi demikian, anaknya mengakui kesuciannya telah direnggut pelaku.

Pasca kejadian itu, kedua orang tua korban langsung melaporkan kasus penculikan dan penodaan terhadap anak di bawah umur itu ke Polresta T. Tinggi. Polresta kemudian bergerak cepat dan menciduk kedua pelaku di kediaman masing-masing di Gang Kesatuan, Kel. Bandar Sono, Kec. Padang Hulu dan Kebun Pabatu.

Diakui Zulfikar, orang tua FD sudah mendatangi mereka meminta berdamai. Bahkan, kedua orang tua pelaku bersedia menikahkan FD dan Muslimah serta rela anaknya pindah agama. Demikian juga antara Rismah dan SM. Namun kedua orangtua korban menolak perdamaian yang diajukan keluarga kedua pelaku.

"Tak mungkin kami terima, karena anak kami masih di bawah umur. Apalagi mereka beda agama," kata orang tua itu. Zulfikar berharap hukum menyelesaikan kasus ini seadil-adilnya. Zulfikar menduga, kasus ini terkait dengan upaya pemurtadan. Sehingga keluarga besar Muslimah menolak segala bentuk perdamaian.

Sumber di Mapolresta, menyatakan dalam kasus ini pelaku bisa dikenai pasal berlapis, di antaranya penculikan anak dibawah umur dengan ancaman 15 tahun penjara. Namun, kasus ini masih dalam penyelidikan dan penyidikan kepolisian dan belum bias menjelaskan hasil visum terhadap korban.
(dakta.com)

Awal November, Amrozi Cs Di Eksekusi !

Kejagung akhinya mengumumkan bulan pelaksanaan eksekusi terhadap Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Ghufron alias Mukhlas. Ketiga terpidana mati bom Bali ini akan dieksekusi awal November 2008.

"Awal November 2008," ujar Kapuspenkum Kejagung Jasman Panjaitan di Kejagung, Jakarta, Jumat (24/10).

Sebelumnya Jasman menyatakan, sesunguhnya tidak ada kewajiban bagi kejaksaan untuk mengumumkan waktu dan tempat eksekusi.

"Ini hanya untuk memenuhi janji," kata Jasman yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kronologi mulai dari putusan Pengadilan Negeri Denpasar terhadap Amrozi cs.

Rencananya Ketiganya akan dieksekusi pada awal November 2008 di Nusakambangan.

"Tempat dilaksanakannya berdasarkan surat Menkum HAM bahwa pelaksanaan eksekusi telah ditentukan di Nusakambangan," kata Kapuspenkum Kejagung Jasman Panjaitan.

Menurut Jasman, Kejaksaan Negeri Denpasar telah menyetujui pelaksanaan eksekusi tersebut. Surat tersebut tertanggal 16 Mei 2008. Tiga terpidana yang menunggu eksekusi adalah Amrozi, Imam Samudra dan Ali Gufhron alias Mukhlas.


Sementara itu terpidana mati bom Bali tersebut belum tahu mengenai putusan tersebut.

"Jangankan Amrozi, pengacaranya saja belum tahu. Saya tidak tahu apakah Amrozi sudah diberitahu atau belum," ujar pengacara Amrozi cs dari Tim Pembela Muslim (TPM) Achmad Kholid saat dikonfirmasi INILAH.COM.

Ditegaskan Kholid, dirinya selaku kuasa hukum Amrozi cs belum mendapat Surat Keputusan (SK) mengenai putusan Kejagung soal waktu dan lokasi eksekusi.

"Kita hanya menunggu dari kejaksaan. Kita tidak akan melakukan apa pun sebelum menerima SK pemberitahuan bahwa eksekusi Amrozi sudah ditetapkan waktu dan lokasinya. Kita tunggu dulu. Kita akan pelajari, karena itu juga terlalu prematur," tukas Kholid.

Di tempat terpisah Mabes Polri mengaku telah menyiapkan sekira 36 penembak jitu sebagai eksekutor pelaksanaan ekskusi terpidana mati bom Bali I Amrozi, Imam Samudra, dan Muklas.

Hal ini diungkapkan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar Nataprawira, Jalan Trunojoyo, Jakarta, Jumat (24/10/2008).

"Untuk regu tembak, kita punya tiga tim yang masing-masing tim terdiri dari 12 orang. Kita menunggu permintaan dari Kejaksaan Agung, kapan mau diekskusinya," kata Abubakar.
(dakta.com)

Walikota Bekasi melecehkan Gurbenur Jawa Barat

Kota Bekasi,
�Perseturuan� Walikota Bekasi, Mochtar Muhammad dengan atasannya Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan berlanjut. Ini ditandai dengan ketidakhadiran Mochtar Muhammad pada saat kunjungan Ahmad Heryawan ke Gedung Asrama Haji Bekasi, beberapa saat yang lalu. Tak ayal hal ini mengundang protes keras Anggota Fraksi PKS DPRD Kota Bekasi, Nazar Haris. Nazar mengingatkan setiap kepala daerah agar mengerti batas-batas hak dan kewajibannya, serta mengetahui tata krama, dan ahlak dalam menjalankan roda pemerintahan.

"Seharusnya walikota bisa menghormati tata krama sistem kenegaraan karena dia adalah orang yang dipercaya rakyat untuk melaksanakan tugas-tuga administratif di wilayahnya," ujar Haris yang juga anggota Komisi B, saat ditemui wartawan di Gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis (16/10).

Dia tambahkan, jika tindakan tidak hadir tersebut sengaja dilakukan walikota sebagai bentuk protes atas kebijakan gubernur yang menyetuji pembatasan kuota haji di Jawa Barat, hal itu merupakan suatu tindakan yang salah atau keliru. "Sebab pada prinsipnya semua permasalah harus dicarikan solusi melalui musyawarah, bukan dengan cara emosi sehingga tidak menghormati pimpinan yang ada diatasnya," imbuh dia.

Agar hal serupa tidak terulang, Nazar Haris mengingatkan setiap kepala daerah agar mengerti batas-batas hak dan kewajiban masing-masing. "Semua pimpinan harus bisa mengetahui tata krama dan akhlak menjalankan roda pemerintahan," pungkas dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, calon jamaah haji Kota Bekasi menolak pembatasan kuota haji yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan. Ketetapan itu membatasi kuota haji setiap kota di wilayah Jabar hanya 1.900 orang. Padahal Menurut Pembimbing Haji Kota Bekasi, Khasnul Kholid, untuk 2008 ini jumlah calon jamaah haji Kota Bekasi sudah mencapai 8.000 orang.
(dakta.com)

Pejabat Depok Tes Baca Al-Quran, Mungkinkah Bekasi Menyusul ?

Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail, mengetes kemampuan membaca Alquran para pejabat struktural eselon III, eselon IV SKPD (satuan kerja pemerintah daerah), camat, lurah, kabag, dan kepala kantor se-Kota Depok. Hasilnya, Banyak Pejabat yang gagap membaca al-quran. Weleh-weleh.....

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari program pemberantasan buta huruf latin dan Arab Pemkot Depok yang sudah berjalan setahun lalu.

Program yang sebelumnya diperuntukkan bagi masyarakat Depok, saat ini diberlakukan pula bagi para PNS. Tes bagi pemimpin dan aparatur pemerintah, jelas Walikota, sebagai teladan pada masyarakat sehingga memotivasi mereka agar beragama dengan baik. Melek huruf arab dan latin dinilainya sebagai bentuk kombinasi kecerdasan dan akhlak beragama yang baik.

�� Ini tanggung jawab Pemkot Depok untuk mengajak warganya mencintai Alquran. Karena konten Alquran berisi kebenaran yang menyadarkan para aparatur untuk melayani masyarakat dengan semangat tinggi,� tegas Nur, Kamis (23/10).

Ia menegaskan, kegiatan ini berdasarkan rasa keikhlasan untuk mempelajari Alquran, sehingga tak ada sanksi serta hasilnya tak berpengaruh pada jabatan PNS yang kurang terampil membaca Alquran. Di lingkungan Pemkot Depok, tercatat sebanyak 7.168 PNS dan mayoritas di antaranya adalah muslim.

Sedangkan bagi PNS non muslim, Nur tidak melakukan tes tersebut. Tapi, Pemkot melakukan pembinaan kerohanian untuk mereka di rumah ibadah tiap agama sebagai bentuk rasa saling menghormati.

Di Depok, pada 2008 tercatat 20.066 warga muslim tidak bisa membaca Alquran. Jumlah tersebut menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 35.692 orang. Untuk memberantas buta huruf Pemkot menargetkan tuntas tahun 2011. Lalu, Disdik menargetkan pengajaran bagi 3.500 orang tahun ini. Sebelumnya, Disdik melakukan pengajaran kepada 3.808 orang buta huruf.

Pemkot Depok mengundang 110 pejabat, namun di daftar hadir, hanya ada 81 orang yang mengikuti. Yang tidak hadir di antaranya, Kadis Pasar Depok Tutun Sufiyana, Kabag Administrasi Pembangunan Pemkot Depok Linda. ��Nanti sore mereka akan datang ke sini, karena pagi ini sedang bertugas,� jelas Nur Mahmudi.

Setelah itu, Walikota secara langsung mengetes tiga pejabatnya, yakni Sekda Kota Depok Winwin Winantika, Kadis DKLH Walim Herwandi, dan Kepala Bapeda Khamid Wijaya. Disaksikan Kakandepag Kota Depok, H. Suhendra serta Ketua MUI Kota Depok Dimyati Badruzzaman.

Walikota memerintahkan mereka memilih surat Alquran yang akan dibaca secara acak. Terpilihlah surat Al-Anfaal ayat 21. Walim mendapat giliran pertama. ��Pak Walim punya bakat mengaji saat kecil,� nilai Nur usai Walim membaca.

Giliran kedua, Khamid yang membaca ayat selanjutnya. Ikhsan Abdi dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) Depok memberi masukan agar ia meningkatkan kemampuan untuk menghafal serta membaca secara intens. Winwin yang mendapat giliran terakhir terlihat sedikit grogi dan terganggu saat kamera wartawan berkilat. Ia pun menyelesaikan bacaannya dengan tergagap-gagap.

Enam ustadz dan seorang ustadzah dari DMI Depok menilai kelancaran, makhraj (bunyi huruf), dan tajwid para PNS tersebut. Nilainya pun bukan dalam angka, namun diklasifikasikan dengan baik, sedang, dan kurang. Seluruh hasil penilaian akan dilaporkan langsung ke Walikota.

��Setelah dites, semua PNS tadi dikumpulkan dan diajak berdialog untuk menentukan teknis pembelajaran dan percepatan belajar baca Alquran,� ujar Ine Hardianti, seorang ustadzah DMI. Saat tes, tiap PNS membaca tiga baris, selain juz 30, surat Yasin, dan Al-Baqarah.
(dakta.com)

Tahukah, HP Anak Anda Menyimpan Gambar Porno?

Sebuah gank yang beranggotakan enam orang siswa SMU, empat di antaranya menyimpan video mesum di ponselnya. Dua lainnya tak memiliki bukan berarti antipornografi, tapi ponselnya 'jadul'. ''HP saya kuno, Mas. Jadi, saya menonton lewat HP teman,'' kata Agus, juga nama samaran, siswa SMU negeri di Kecamatan Manyar.

Fenomena pemilikan video mesum pada telepon seluler (ponsel) di kalangan siswa sekolah menengah atas (SMA), merebak di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Ironisnya lagi, dari hasil penelusuran Republika, mereka sangat suka mengoleksi adegan porno rekan siswanya yang di-download dari warung internet (warnet) sambil mengerjakan tugas sekolah.

''Ini video porno siswa dan gurunya di Banyuwangi. Kita penasaran saja, masa iya guru dan siswa bisa berhubungan intim kayak film Barat saja,'' kata Budi (nama samaran), siswa SMA negeri di Gresik Kota.

Ia tak segan-segan menunjukkan ponselnya yang terisi file sejumlah video porno lokal. ''Sekadar untuk tahu saja,'' tukas siswa yang mengaku anak seorang pegawai badan usaha milik negara (BUMN) tersebut.

Budi membeberkan, sekitar 45 siswa yang satu kelas dengannya, 90 persen mempunyai atau menyimpan video-video mesum seperti yang dimilikinya. ''Kalau saya biasanya download di warnet, sama teman-teman juga,'' ungkapnya.

Apakah pengakuannya itu juga berlaku bagi siswi? Budi mengiyakan. Bahkan, siswa-siswi suka ramai-ramai 'nonton bareng' gambar maupun video porno pada ponsel.

''Biasanya, kalau salah satu teman mendapat video baru, kita lihat ramai-ramai, sekaligus saling berbagi gambar itu lewatbluetooth,'' kata Budi.

Sebuah gank yang beranggotakan enam orang siswa SMU, empat di antaranya menyimpan video mesum di ponselnya. Dua lainnya tak memiliki bukan berarti antipornografi, tapi ponselnya 'jadul'. ''HP saya kuno, Mas. Jadi, saya menonton lewat HP teman,'' kata Agus, juga nama samaran, siswa SMU negeri di Kecamatan Manyar.

Segera tindak tegas

Menyikapi maraknya video porno, kalangan orang tua siswa mendesak Dinas Pendidikan segera bertindak tegas kepada sekolah yang membiarkan siswanya membawa ponsel. ''Jangan membuat kebijakan yang sifatnya sporadis, di sekolah ini tidak boleh dan di sekolah lain dibolehkan,'' cetus Abas, salah satu orang tua siswa SMA Negeri 1 Kebomas Gresik.

Download gambar porno dari internet juga terdorong oleh tugas mencari materi pekerjaan rumah (PR) dari guru yang mengarahkan agar anak sering pergi ke warnet. Sekolah tidak pernah memikirkan dampaknya ketika anak diberi tugas seperti itu.

''Orang tua tidak selalu bisa mengawasi anak-anaknya. Kita tidak tahu apa yang mereka lakukan di warnet. Ternyata juga tidak sedikit yang justru men-download video mesum. Supaya terawasi, mestinya sekolah bisa menyediakan fasilitas internet sendiri di sekolah. Apalagi, pungutan-pungutan sekolah kan sudah banyak,'' tutur Abas.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Gresik, Chusaini Mustas, tidak bisa segera memberikan tanggapan terhadap masalah ini. Bahkan, ia sulit dikonfirmasi.

Sedangkan Kasat Reskrim Polres Gresik, AKP Fadli Widiyanto, mengaku belum pernah menemukan kasus tersebut. Namun, ia berjanji, polisi akan merazia ke warnet dan sekolah jika sudah memiliki bukti awal.
(dakta.com)

Laskar Umat Islam Laporkan AS atas penistaan Agama

Ketua Laskar Umat Islam Surakarta, Edi Lukito melaporkan, AS karena telah melarikan isteri BS bernama EM. AS dan EM telah menikah secara siri lalu tinggal di Bekasi sejak Agustus 2007 padahal status EM masih sebagai isteri BS. AS telah melakukan penistaan agama karena selama ini yang bersangkutan mengajarkan nilai-nilai agama namun ia sendiri malah melarikan isteri orang lain.

Laskar Umat Islam Surakarta mengadukan kasus penistaan agama yang dilakukan seorang ustadz bernama AS karena telah melarikan isteri orang lain lalu dinikahi secara siri. Ketua Laskar Umat Islam Surakarta, Edi Lukito mengadukan AS ke Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (22/10), didampingi oleh pengacara Ny Liliek Djaliyah MA Sururi dan sejumlah aktivis umat Islam dari Solo.

Dalam laporan nomor 293/X/2008/Siaga II, Edi menyatakan, AS diduga melanggar pasal 156A KUHP tentang penistaan agama.

Selain itu, Edi juga mengadukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan oleh AS yakni pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Menurut Edi, AS telah melarikan isteri BS bernama EM. AS dan EM telah menikah secara siri lalu tinggal di Bekasi sejak Agustus 2007 padahal status EM masih sebagai isteri BS.

Edi mengatakan, AS dapat dikatakan melakukan penistaan agama karena selama ini yang bersangkutan sering tampil sebagai pembicara dalam berbagai kegiatan keagamaan yang mengajarkan nilai-nilai agama namun ia sendiri malah melarikan isteri orang lain.

"Saat masih masa iddah (menunggu) usai cerai, EM ternyata telah hamil empat bulan," katanya.

Laskar Umat Islam Surakarta merasa terpanggil dengan kasus ini karena menimpa salah satu keluarga muslim yang berada di wilayahnya. Edi juga mendesak agar salah satu televisi di Jakarta tidak lagi menayangkan acara yang menampilkan AS karena ia tidak pantas menjadi panutan masyarakat.

Sebelum diadukan ke Mabes Polri, BS sebagai pihak yang dirugikan telah melapor ke Poltabes Surakarta pada 15 Oktober 2008 dengan nomor laporan B/LP/1457/X/2007/SPK II.
(dakta.com)