22 Oktober 2008

Obor Olimpiade Pembawa Petaka

Hanya gara-gara sebuah obor, pemerintah China menebar teror kepada warga Muslim Uighur di Xinjiang. Wajah lain di balik topeng komunisme.

Boleh jadi rute pawai obor Olimpiade membawa keceriaan di wajah-wajah penduduk China. Tapi di wilayah Muslim Xinjiang, obor itu hanya membawa kepahitan. Demi memuluskan jalannya pawai obor, pemerintah China melakukan penindasan terhadap Muslim Uighur. Pemerintah negeri komunis itu juga menuduh warga Muslim akan meneror pagelaran Olimpiade Beijing.

Medio Maret lalu, penguasa Negeri Tirai Bambu itu mengaku telah ‘membatalkan’ rencana serangan teror tersebut. “Sungguh, gerombolan (Muslim Uighur) itu telah merencanakan suatu serangan yang mengarah ke Olimpiade,” tuding Wang Lequan, pemimpin Partai Komunis Xinjiang.

Aparat keamanan pun segera melakukan razia dan penggerebekan ke rumah-rumah warga. Menurut Wang, dalam penggerebekan tersebut aparat menyita pisau, kampak, granat dan buku tentang terorisme. “Acara Olimpiade dalam bulan Agustus ini ditetapkan sebagai sebuah peristiwa besar, tetapi selalu ada beberapa orang yang berkomplot melakukan sabotase. Itu sudah bukan rahasia lagi,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal World Uighur Congress, Dolkun Isa mengungkapkan, penggeledahan dilakukan di segala tempat, di rumah-rumah maupun hotel-hotel. “Orang-orang ditangkapi. Bahkan orang-orang tanpa catatan kriminal pun ditangkap hanya karena mereka terlihat mencurigakan.”

Menurut Isa, lebih dari 10,000 orang Muslim ditahan dalam empat hingga lima bulan terakhir, sebagai bagian dari serangan pra-Olimpiade. Wilayah Xinjiang telah memiliki pemerintahan otonom sejak 1955 dan merupakan rumah bagi 20 juta Muslim, sebagian besar suku Uighur dan minoritas Muslim lainnya.

Wang mengklaim komplotan tersebut bekerja sama dengan Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM), sebuah organ yang di-blacklist Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat (AS). Wang, bos Partai Komunis di Xinjiang itu juga mengancam akan melakukan pre-emptive actions (tindakan pencegahan). “Kita siap melakukan serangan, kapan pun konspirasi itu terdeteksi. Para teroris, penyabot dan kaum separatis akan ditindak tegas, tak peduli apapun etnis mereka dan darimana mereka berasal.”

Sebelumnya, pada Januari 2007, serdadu China telah membunuh 18 orang Muslim Uighur dan menahan orang 17 lainnya dalam sebuah penggerebekan yang di suatu tempat yang diduga sebagai kamp latihan ETIM. Para pembela hak azasi manusia (HAM) menuduh penguasa China telah melakukan penindasan agama terhadap suku Uighur atas nama perang melawan terorisme.

Obor Olimpiade

Pawai obor yang melewati Xinjiang ke arah Turkistan Timur diprotes warga Muslim Uighur karena aparat bertindak represif dalam melakukan tindakan pengamanan. Rute domestik obor Olimpiade China yang dimulai pada 4 Mei itu juga mendidihkan suhu politik Tibet dan Xinjiang. “Saya menentang pawai obor Olimpiade karena datang dengan penindasan kejam terhadap orang-orang Uighur,” kata Rebiya Kadeer, Kepala Asosiasi Uighur Amerika (UAA) kepada AFP.

Pemerintah China ingin memanfaatkan Olimpiade Beijing yang digelar 8 Agustus mendatang untuk memoles citra internasionalnya di tengah meningkatnya keprihatinan mengenai catatan HAM. Para pemimpin Suku Uighur percaya bahwa China tengah berusaha menggunakan pertandingan internasional guna mengelak dari tudingan pelanggaran HAM. “China menggunakan kesempatan sebagai tuan rumah Olimpiade 2008 untuk menghancurkan legitimasi penduduk Uighur dan perjuangan mereka, serta untuk melegalkan penindasan di Turkistan Timur,” tandas Kadeer.

Tindakan represif pemerintah China itu juga mengundang protes anggota Kongres AS, Frank Wolf. Wolf menyebut China telah bertindak kasar terhadap kaum Muslimin di Xinjiang. “Pemerintah China seharusnya tidak diizinkan menggunakan 'perang melawan teror' atau keamanan Olimpiade sebagai front (medang tempur) untuk mengeksekusi orang-orang Uighur,” ujar anggota DPR dari Partai Republik ini.

Pada tanggal 9 Juli 2008, China mengadili 15 orang Muslim Uighur dalam sebuah sidang tertutup, dengan tuntutan melakukan aksi teroriseme. Dua orang di antara mereka telah dieksekusi, tiga orang ditangguhkan hukuman matinya dan sepuluh lainnya dipenjara seumur hidup. Pada saat bersamaan, polisi di Urumchi (ibukota Xinjiang) membunuh lima orang Uighur yang dituding terlibat dalam kelompok 15 orang pelaku terorisme. “Ini adalah penghinaan terhadap proses hukum,” kata Wolf. “Persidangan itu tak lebih dari sekedar cara untuk menekan kebebasan agama dan kelompok suku minoritas.”

Tahun ini saja, polisi China telah menangkap 82 orang di Xinjiang yang dituding merencanakan serangan teror Olimpiade. April lalu, pemerintah China menyatakan telah menghancurkan sebuah kelompok di Xinjiang yang akan menculik wartawan-wartawan asing, para wisatawan dan para atlet selama Olimpiade. Dalam kasus yang lain, polisi Urumqi mengaku telah menghancurkan sebuah kelompok, dimana para pemimpinnya sedang merencanakan serangan di Beijing dan Shanghai dengan bahan peledak dan beracun.

Suku Uighur adalah umat Islam minoritas di wilayah China yang berbicara bahasa Turki, berjumlah sekitar delapan juta jiwa. China memerangi mereka karena dianggap berjuang untuk memerdekakan diri dan menciptakan “Turkistan Timur” di Xinjiang. Beijing (ibukota China) memandang Xinjiang sebagai salah satu aset yang tak ternilai karena lokasinya yang strategis dan penting, karena dekat Asia Tengah. Dan yang paling penting, Xinjiang menyimpan cadangan gas dan minyak yang sangat besar.

Tak heran, beragam cara pun dilakukan kaum komunis untuk menindas dan mengeruk kekayaan umat Islam, hatta lewat sebuah obor.(Sabili.co.id)

Bersama FPI Kita Bisa

Akibat Aparat memble, FPI bergerak. Bukannya terima kasih malah ditangkapi.

Di mana pun, milisi akan muncul ketika negara lemah. Logikanya sederhana, karena masyarakat merasa terancam. Sementara Negara tidak bisa melindungi warga.

Jadi jangan sepelekan milisi. Lihat saja, sejarah Indonesia mencatat negara ini juga dimerdekakan oleh milisi. Terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri adalah gabungan dari milisi

Kalau melihat dari namanya, FPI alias Front Pembela Is­lam adalah sebuah nama yang sangat gagah. Kata Front bisa diartikan sebagai terdepan. Ini berati orang-orang yang tergabung dalam FPI, sejak deklarasinya pada 17 Agustus 1998 yang bertepatan dengan tabligh akbar di Pondok Pesantren Al Umm, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta Selatan, bertekad menjadi pembela Islam di garis depan.

Alhasil, setiap hari Jum’at para pecandu maksiat harus berhitung bila ingin melakukan aksinya. Setelah itu aksi FPI meluas, hari-hari besar dan bulan suci umat Islam pun para budak nafsu akan ketar-ketir bila akan melakukan kegiatan haram. Kalau tetap membandel, maka pelaku maksiat itu akan berhadapan dengan Front Pembela Islam.

Hitung-hitungannya, dalam setahun ada 98 hari-hari istimewa umat Islam yang sudah dinegosiasikan FPI kepada Pemda DKI untuk tidak diganggu gugat oleh para pelaku durjana itu, “Meski 27,7 persen dari 354 tahun kalender Hijriyah itu sudah lumayan,” kata Ketua FPI, Habib Rizieq Shihab.

Tapi tentu saja tak ada tawar menawar untuk tempat maksiat yang berkedok hiburan semisal diskotik, pub atau karaoke. Jadi untuk perjudian dan pelacuran yang buka secara terang-terangan, prosentase itu tidak berlaku.

Alasan pendirian FPI tidak lain karena keloyoan bahkan ‘kerjasama’ aparatur penegak hukum menghadapi kemaksiatan. Masih ingat kasus Ketapang? Ini adalah kasus dimana nama FPI pertama kali mencuat. Aksinya mencengangkan karena keberaniannya melawan kacung-kacung perjudian.

Sebagai ibukota negara, Jakarta adalah kota di mana kehadiran gerakan seperti ini paling terasa. Jakarta menjadi tempat dimana aksi-aksi besar gerakan tersebut dipusatkan. la juga menjadi saksi dimana aksi-aksi kekerasan itu terjadi.

Habib pun berupaya meyakinkan FPI tidak kebal hukum. Habib membeberkan beberapa komandan lapangannya yang setelah aksi tak luput dari tangkapan polisi. Ada H Tubagus Sidiq yang diperiksa selama sembilan jam, terakhir sebagai tersangka karena perusakan di jalan Jaksa. Tapi dilepaskan karena kurang bukti. Ada lima laskar FPI di Cileungsi di-penjara selama lima bulan. Dan sederet penangkapan lainnya. “Bohong kalau ada berita FPI dibiarkan,” tegasnya. Bahkan Habib Rizieq sendiri pernah mendekam untuk beberapa lama di penjara negara.

Tapi jangan disangka bahwa prestasi yang dicapai FPI tersebut melulu lewat kepalan tangan. Keberhasilan itu, juga diraih dari serangkaian proyek jihad FPI untuk mengegolkan Undang-undang Anti Maksiat di DKI dan di seluruh Indonesia.

Memang FPI banyak menggelar operasi anti maksiat, tapi langkah diplomatis dan intelektual juga menjadi bagian kerja-kerja FPI. Bahkan, FPI selalu mengutamakan dialog terlebih dulu dengan berbagai pihak sebelum beraksi.

FPI juga sering menggelar diskusi serta mengirim delegasi ke lembaga perwakilan rakyat, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Mengapa FPI begitu percaya diri mengajak dialog? Tak lain karena Habib Rizieq adalah pemegang gelar sarjana dengan prestasi cumlaude. Dan tesis masternya dipuji karena setaraf dengan disertasi tingkat doktoral di bidah syariat Islam.

Sekjen Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA), Ferry Nur, Kagum dengan Habib Rizieq. “Saya menjadi saksi apa yang dilakukan FPI. Ketika bencana tsunami di Aceh tahun 2004 misalnya, FPI selama enam bulan mengurus jenazah yang bergelimpangan di jalan-jalan dan yang tertimbun oleh puing-puing. Laskar FPI dengan sepenuh hati dan keikhlasan telah meninggalkan anak-istrinya untuk membantu saudara-saudaranya di Aceh,” ungkap Ferry Nur.

Atas dedikasinya, laskar FPI sampai mendapat julukan baru, Laskar Pemburu Mayat. Bayangkan selama berhari-hari mereka berada di tengah-tengah mayat yang membusuk, sulit air, sulit makan, bahkan tidur di tenda dekat makam pahlawan Aceh. “Apa yang dilakukan FPI, harusnya menjadi perhatian kita, FPI adalah organisasi yang sangat dibutuhkan masyarakat, khususnya umat Islam,” jelas Ferry Nur semangat.

Ketika banjir besar menimpa kota Jakarta, terutama di daerah Petamburan dengan ketinggian air sampai dua meter, FPI dengan tanggap membuat posko penanggulangan banjir untuk membantu dan meringankan beban rakyat yang sedang menderita. Ini tidak boleh dilupakan. “Begitu juga saat terjadi bencana gempa di Yogya, FPI turut serta ke sana untuk memberi bantuan. Kita tidak boleh mengenyampingkan atau melupakan jasa-jasa FPI terhadap umat Islam. Maka, tidak ada alasan untuk membubarkan FPI dari bumi Indonesia, karena FPI telah memberikan manfaat dan perlindungan terhadap umat Islam.

Rizieq dengan FPI juga tidak ingin ketinggalan dalam menanggapi isu internasional. Dalam beberapa kali ceramahnya dia menggencarkan kampanye boikot produk-produk Amerika Serikat. Cara ini menurut Habib dimaksudkan sebagai upaya melawan intervensi Wash­ington ke Indonesia. "Kami melarang khususnya anggota FPI, minum Coca-cola dan memakai semua produk Amerika," kata Habib.

Menurut Habib, Amerika harus dilawan. Sebab dia memang sedang berusaha mencengkeram kukunya di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Memang, nama Front Pembela Islam makin dikenal luas karena aktivitasnya di lapangan politik. FPI disebut-sebut sebagai pasukan milisi bersenjata (pentungan).

Pertanyaannya, mengapa baru sekarang polisi bertindak tegas dengan menangkap para aktivis FPI? Bukankah sejak dideklarasikan empat tahun lalu di Kampung Utan, Ciputat, FPI telah mencanangkan sweeping tempat-tempat hiburan sebagai pro­gram wajib dan rutinnya?

Apa karena belakangan FPI terlalu sering mendemo Kedubes Amerika? Ada juga beralasan, semua ini pemanasan menjelang pemilu 2009. Yang jelas umat Islam kembali menjadi korban, menjadi domba hitam yang diadukan.

Laporan: Adhes Satria

Membangun Universitas Islam Berkelas

Ia mampu mempertahankan disertasinya di depan tim penguji dan mendapatkan nilai summa cum laude. Disertasinya berhak dicetak dan disebarluaskan ke seluruh negara-negara Islam dan Arab di Timur Tengah karena dianggap bermanfaat bagi perkembangan pendidikan Islam di dunia.

Oleh Rivai Hutapea

Khairan M Arif dilahirkan tanggal 29 Juli 1972 di Palu, Sulawesi Tengah. Ia dilahirkan dari keluarga santri yang taat menjalankan ajaran Islam. Kedua orang tuanya adalah orang yang terpandang di kampungnya. Ayahnya Muhammad Arif dikenal sebagai ulama di desanya. Ia sering berkeliling ke beberapa kecamatan untuk menyiarkan Islam.

Ibunya Siti Zainab jebolan SR dan sekolah agama di al-Khairat, Palu. Keduanya menanamkan pendidikan Islam yang luar biasa kepada anak-anaknya. Mereka sangat marah jika ada anaknya yang meninggalkan shalat. Bahkan ayahnya akan memukul mereka jika ketahuan sehari saja tidak mengaji al-Qur’an.

Kerja keras Muhammad Arif-Siti Zainab ternyata membuahkan hasil. Berkat didikan kerasnya tersebut, kedelapan orang anaknya menjadi ustadz. Hampir semua anaknya mengenyam pendidikan perguruan tinggi Islam. Bahkan salah seorang anaknya Khairan M Arif mengambil master dan doktor di Dual University, Mesir. “Aktivitas kedua orangtua saya sangat berpengaruh pada kami hingga saat ini,” ujar Khairan M Arif saat ditemui Rivai Hutapea dari Sabili.

Masa kecil laki-laki yang murah senyum ini dihabiskan di kampung halamannya, Palu, Sulawesi Tengah. Usai menamatkan madrasah tsanawiyah al-Khairat 1990, ia langsung masuk ke madrasah aliyah al-Khairat dan menyelesaikan sekolahnya tahun 1993.

Panggilan hati mengantarkannya terbang ke ibukota Jakarta untuk mengikuti pendidikan agama di LIPIA pada tahun 1993. Setahun kemudian, Khairan M Arif masuk ke Ma’had Aly al-Khairat sampai tahun 1997.

Tahun 1997, laki-laki yang tegas memegang prinsip ini melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam al-Hikmah, Cilangkap, dan menyelesaikannya pada tahun 1999. Seakan tak mau waktunya terbuang, usai pendidikan, ia langsung mengamalkan ilmunya sebagai guru di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) al-Khairat, Jakarta.

Panggilan menimba ilmu ternyata lebih mendominasi dirinya daripada mengajar. Pada 2001 ia melanjutkan studi master ke negeri Piramida, Mesir dan diterima di Dual University atau Universitas Liga Arab, sebuah universitas yang didirikan oleh 22 negara Arab.

Ia menyelesaikan program S2 pada 2005 dengan judul tesis gagasan-gagasan pendidikan Islam menurut Ibnul Qayyim al-Jauziyah. Puji syukur kepada Allah SWT tak putus dipanjatkan pria berkata mata ini saat itu sebab tim penguji memberikan nilai cum laude untuk tesisnya. Lebih bersyukur lagi karena tesisnya tersebut berhak dicetak di Mesir dan disebarkan ke negara-negara Islam dan Arab karena dianggap bermanfaat dalam kajian Islam di Timur Tengah.

Menimba ilmu lebih dalam lagi adalah cita-cita mulia suami Ernawati, perempuan idamannya yang telah melahirkan tiga orang jundi ini. Setahun kemudian, tepatnya tahun 2006, ia kembali ke Mesir untuk melanjutkan studi doktor di universitas yang sama, yaitu Dual University dengan judul disertasi perkembangan dan revitalisasi universitas-universitas Islam di Indonesia.

Selama satu tahun lima bulan, ia kembali ke Indonesia untuk mencari bahan-bahan penulisan disertasinya. Pada tanggal 2 September 2007, ayah tiga orang anak ini kembali ke Mesir untuk menulis disertasinya. Hanya dalam waktu tujuh bulan, ia mampu merampungkan disertasinya dan disidangkan secara terbuka pada tangal 15 Mei 2008 lalu.

Kerja keras Khairan ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Selain mampu menyelesaikan disertasinya dalam waktu singkat, lagi-lagi ia pun mendapatkan nilai tertinggi untuk disertasinya, yaitu summa cum laude. Karena itu, disertasinya berhak diperbanyak dan disebarluaskan ke semua negara-negara Islam dan Arab di Timur Tengah karena dianggap memberikan kontribusi positif bagi perkembangan pendidikan dunia. “Alhamdulillah, ini adalah karunia Allah SWT,” katanya penuh syukur.

Wajah Pendidikan Islam Indonesia

Khairan berpendapat bahwa pendidikan di universitas, khususnya universitas Islam sangat berpengaruh bagi perkembangan masyarakat di sebuah negara. Jika pendidikannya bermutu, maka sumber daya manusianya di negara tersebut pun akan berkualitas. Karena itu, ia berpendapat kunci utama perbaikan SDM adalah dengan meningkatkan kualitas universitasnya. “Universitas adalah pabrik SDM yang berpengaruh,” ujarnya.

Dalam disertasinya, Khairan menulis ada enam pokok persoalan universitas Islam di Indonesia yang membuat pendidikan Islam itu tak berpengaruh positif bagi perkembangan umat. Diantaranya, visi dan misinya tak jelas. Menurutnya, pendidikan Islam, seperti UIN, IAIN, STAI tak jelas mendalami ilmu agama atau umum. Ketika mendalami keduanya, konsentrasi pendidikan terpecah sehingga menghasilkan alumni yang berada di persimpangan jalan, tak menguasai ilmu agama dan umum.

Kedua, kurikulumnya sangat sentralistik. Apalagi, menurutnya, 60% kurikulum pendidikan tinggi Islam di Indonesia dibuat oleh orang-orang Departemen Agama yang kurang mendalami realita yang dibutuhkan oleh masyarakat. Khairan juga memandang Sistem Kredit Semester (SKS) yang diterapkan di perguruan tinggi Islam, kurang tepat sasaran karena sistem itu tidak pas untuk program ilmu-ilmu agama. “SKS hanya tepat untuk program eksakta dan bermasalah jika diterapkan ke ilmu-ilmu agama,” tegasnya.

Di samping itu juga, kualitas tenaga pengajar perguruan tinggi Islam sangat jauh tertinggal jika dibanding di negara-negara Islam dunia. Di negeri-negeri Islam menurutnya, sangat jarang staf pengajar yang bergelar S1 dan master karena rata-rata mereka bergelar doktor. Tapi, di Indonesia sebaliknya, sebagian besar staf pengajarnya malah bergelar S1 dan master, jarang yang S3. “Ini jelas mempengaruhi kualitas pendidikan Islam,” tandasnya.

Minimnya pengalaman mengajar para staf pengajar menjadi persoalan berikutnya yang tak kalah berbobotnya menyebabkan terpuruknya pendidikan Islam di Indonesia. Ini disebabkan hampir semua tenaga pengajar di universitas Islam jarang mengikuti pelatihan dan seminar bermutu di luar negeri. Padahal, perkembangan di dunia pendidikan sangat cepat dari tahun ke tahun.

Khairan membandingkannya dengan Mesir. Di sana katanya, hampir setiap bulan sekali pihak universitas menggelar seminar pendidikan internasional dan semua staf pengajar wajib mengikutinya. Karena itu, wajar jika mereka memiliki wawasan yang luas tentang pendidikan Islam.

Membangun Universitas Islam Bermutu

Seperti yang lainnya, Khairan juga memiliki cita-cita. Selain menginfakkan dirinya untuk dakwah Islam, ia juga bercita-cita untuk membangun universitas Islam yang jelas visi misinya dan sekaliber universitas ternama dunia, seperti al-Azhar, Madinah Munawarah dan lainnya.

Hal itu menurut Khairan bukan isapan jempol belaka. Sangat mungkin terwujud asal ada kerjasama semua pihak, baik pemerintah, pengusaha, ulama dan masyarakat sendiri. Sehingga, dari sana akan lahir para dai dan mujahid besar sekelas al-Ghazali. Di sisi lain, dari situ pula kecil kemungkinan keluar alumni-alumni yang berpendapat berdasarkan hawa napsu dan pikirannya semata, seperti kaum liberal yang mulai bermunculan belakangan ini.(Sabili.ci.id)

Gelombang Rasisme di Negeri Kanguru

Australia kembali menampakkan wajah rasisnya. Kali ini dengan melarang pendirian sekolah Islam di Camden.

Hari-hari ini ketenangan warga Muslim Camden sedikit terganggu. Proposal pembangunan sekolah Islam yang mereka ajukan ke pemerintah setempat ditolak oleh dewan kota. Penolakan ini memantik kontroversi di seantero negeri. Masyarat

al-Qur'an (Qur’anic Society), wadah tempat berkumpulnya warga Muslim ini berencana menggugat putusan dewan kota melalui pengadilan.

Dewan kota Camden dengan suara bulat memutuskan penolakan pendirian sekolah tersebut dalam sebuah pertemuan Selasa (27/5), yang juga dihadiri sebagian warga. Walikota Camden Chris Patterson mengatakan, penolakan pendirian sekolah itu bukan karena masalah agama, tapi atas pertimbangan dampak pada lingkungan sekitar. “Sekolah itu akan berimbas pada arus lalu lintas dan hilangnya tanah pertanian. Ini didasarkan atas pertimbangan tempat. Semua hal yang menyangkut isu agama dan nasionalisme tidak masuk ke dalamnya,” kata Patterson sebagaimana dikutip Sydney Morning Herald.

Anggota dewan kota juga menampik tudingan bahwa putusan yang mereka buat dipengaruhi oleh intervensi dan tekanan politik pemerintah. “Tidak ada tekanan sama sekali. Masalahnya adalah polusi dan arus lalu lintas saja,” ujar David Funnell, salah seorang anggota dewan.

Pendapat David diamini rekannya, Fred Whiteman. “Saya tidak percaya dengan adanya tekanan. Kita telah memiliki pedoman yang baku dalam masalah penilaian tata lingkungan. Saya akan berpegang pada rencana tata ruang itu,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Forum on Australia’s Islamic Relations (FAIR), Kuranda Seyit menganggap penolakan itu sebagai kemenangan rasisme. “Alasan dewan kota itu hanya sebuah tabir untuk menutupi isu sebenarnya, yaitu pergolakan sosial bila pendirian sekolah itu disetujui,” katanya.

Masyarakat al-Qur'an yang menggagas pendirian sekolah ini tidak akan menyerah begitu saja, mereka akan menempuh jalur hukum. Lembaga ini juga menepis tudingan bahwa mereka terkait dengan gerakan ekstremisme manapun. Pembangunan sekolah Islam ini bertujuan untuk menyediakan pendidikan dan pengajaran agama yang baik bagi komunitas Muslim di Sydney yang terus kini terus berkembang. Berdasarkan survei terakhir tahun 2006, Australia kini dihuni oleh lebih dari 340 ribu Muslim yang sebagian besar berdiam di Sydney dan Melbourne.

Dewan Islam New South Wales (NSW) menyatakan, penolakan proposal sekolah itu telah menodai citra multikultural Australia. Namun, Presiden Dewan Islam NSW, Ali Roude mengaku tidak kaget. “Kami telah melihat sejarah reaksi penduduk lokal terhadap keberadaan tempat-tempat ibadah dan sekolah-sekolah Islam, jadi tidak mengagetkan,” ujarnya kepada Radio ABC.

Sebagian besar penduduk Camden seiya-sekata dengan wakil mereka di dewan kota dalam hal penolakan. Kate McCulloch adalah warga Camden yang paling vokal dan dijadikan “jurubicara” oleh warga lainnya. “Saya tidak ingin orang datang ke tempat saya tinggal, datang dari sebuah budaya yang menerima penggunaan wanita dan anak-anak untuk melakukan bom bunuh diri kepada musuh,” kata McCulloch.

Wanita 45 tahun yang jadi pengusaha di Camden ini mengaku bangga dapat melakukan sesuatu yang berbahaya demi kepentingan orang lain. “Anda harus melihat ke negara-negara yang menerima orang-orang Arab dan orang Islam lainnya, lihat bagaimana mereka mengobarkan perang dan kampanye kekerasan untuk mengusir penduduk lokal,” sindirnya.

McCulloch juga meminta Muslim di Australia agar menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah negeri, dengan demikian mereka dapat tumbuh dengan nilai-nilai Australia. “Dan yang lebih penting, ibu-ibu mereka juga dapat bertemu dengan ibu-ibu Australia dan melihat bagaimana mereka tidak harus betah dengan perlakuan yang kadang mereka terima,” ujarnya.

Tidak semua warga Camden berdiri di belakang McCulloch. Jasmine Darwich, warga Camden lainnya, mengaku tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kehadiran sekolah tersebut. Ibu dua anak ini memilih untuk tidak peduli dengan masalah rasisme atau konflik terkait dengan larangan pendirian sekolah Islam di kotanya. “Saya berharap ketika seseorang dari Camden bertemu dengan orang lain hendaknya tidak mempedulikan warna kulit atau perbedaan keyakinan. Jika orang itu baik dan pengertian, Anda akan menyukai mereka,” ujarnya.

Bola panas politik

Proposal Masyarakat al-Qur'an yang berisi permohonan izin mendirikan sekolah Islam menjadi bola panas politik sejak 10 Oktober 2207. Proposal ini diajukan guna memberikan pendidikan keislaman secara resmi bagi warga Muslim Camden dan sekitarnya.

Pada 10 November, Dewan Masyarakat Nasional Anglo-Australia tiba di Camden dan membagi-bagikan pamflet anti-Islam. Malam harinya, sebuah kayu salib kecil dipasang di tanah lokasi sekolah yang akan dibangun, berisi tulisan
”David dan Goliath, perang telah dimenangkan. Ini adalah raja diraja. Doa sangat penting dalam peperangan yang tengah berlangsung.”

Kampanye grafiti ini berlanjut hingga beberapa bulan kemudian. Pada sebuah batu di pojok jalan Cawdor dan Burragorang terdapat tulisan “No Muslim School.” Sebuah rumah yang terletak dekat jalan raya, tak jauh dari lokasi, atapnya bertuliskan “Muslim F**k Off”.

Selain diserang lewat tulisan dan grafiti, Muslim Camden juga diteror dengan kepala-kepala babi. Pada tahun 2003 kepala babi diletakkan di sebuah gedung di Annangrove ketika umat Islam tengah beribadah. Sebelumnya, pada 1991 kepala babi juga muncul di Minto di lokasi yang direncanakan sebagai tempat pembangunan masjid, yang akhirnya urung terlaksana karena keberatan warga setempat.

Gugatan hukum

Masyarakat al-Qur'an bertekad membawa kasus penolakan sekolah ini ke pengadilan. “Kami akan membawa kasus ini dengan cara banding ke Pengadilan Tanah dan Lingkungan,” ujar Wakil Presiden Masyarakat al-Qur'an, Issam Obeid, sebagaimana dikutip Camden Advertiser.

Ahmed Halal, seorang warga Muslim anggota Masyarakat al-Qur'an mengaku kecewa pada warga Camden yang secara nyata tidak menginginkan keberadaan umat Islam di wilayah mereka. Justru dengan adanya penolakan tersebut kaum Muslimin Australia khawatir akan muncul pendidikan Islam underground yang mengajarkan ekstremisme kepada anak-anak tanpa kontrol dan pengawasan dari pemerintah. Presiden Federasi Dewan Islam Australia, Ikebal Patel telah memperingatkan, sekolah Islam harus diadakan agar dapat diawasi oleh pemerintah. “Atau anak-anak Muslim akan diberikan pendidikan agama di halaman belakang oleh guru-guru yang tidak jelas. Mungkin saja akan ada imam-imam ekstrem atau guru agama yang mengajar mereka,” katanya.

Uskup Katolik Sydney, Cardinal George Pell, mendukung pernyataan Ikebal tersebut. “Semua orang di Australia punya hak yang sama, demikian juga dengan Muslim,” kata George.

Mantan pejabat Sydney, Jeremy Bingham menentang putusan dewan kota Camden tersebut. Bingham menuduh dewan kota Camden bermain sebagai calo guna mengais perhatian warga agar terpilih kembali pada pemilu mendatang. “Ada beberapa kelompok warga yang sangat vokal menentang sekolah ini. Ini bukanlah cara Australia dan dan bukan hukum Australia,” tandasnya.

Umat Islam Camden kini hanya berharap pengadilan dapat mengeluarkan putusan yang adil, berpihak kepada multikulturalisme Australia, agar hari-hari mereka kembali tenang.

Oleh Chairul Akhmad

Nabi Palsu Dari Medan,Tambah Daftar Nabi Palsu!

N. Yusuf AS dengan lantang mengklaim dirinya adalah Rasulullah sambil Memperagakan dadanya sudah dibelah pada saat dirinya Isra' dan Mi'raj. Setelah mendapat wahyu tidak mengakui Islam lagi. Dia juga mengaku bahwa Al Qur'an bukan kitabnya lagi, karena dia sudah mempunyai kitab tersendiri yang dinamakannya Stambol berisikan 77 ayat.

Berawal dari informasi masyarakat, pengakuan yang mengejutkan dan menggoncangkan dunia Islam dari N. Yusuf AS yang mengakui dirinya telah diutus Tuhan dan mendapat wahyu sebagai Rasulullah.

Menerima kabar itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Forum Peduli Ummat (DPP FPU) Ahmad Yani bin Abdul Hamid, didampingi anggotanya mendatangi rumah N. Yusuf AS yang bertempat tinggal di kawasan Jln Belat No. 26 Medan Tembung, tadi malam.

Sebelumnya, Ahmad memutuskan dalam rapat besar untuk mendatangi N. Yusuf. Kedatangan Ahmad beserta anggotanya disambut baik. Dalam pertemuan N. Yusuf AS didampingi pengikutnya antara lain Sujiono, Ali Akbar, Sugimin dan tiga orang wanita yang disebut-sebut anak kandung N. Yusuf AS.

Dalam pertemuan itu, Ahmad mempertanyakan perihal tentang pengakuan N.Yusuf AS yang menerima wahyu. Mendengar pertanyaan itu, N. Yusuf AS dengan lantang mengklaim dirinya adalah Rasulullah sambil memperagakan dadanya sudah dibelah pada saat dirinya Isra' dan Mi'raj.

Mendengar jawaban itu, Ahmad dan teman-teman spontan terperanjat dan dengan serta merta Ahmad mengatakan bahwa perbuatan N. Yusuf adalah syirik. Dalam suasana yang memanas dan menegangkan, Ahmad terus mengendalikan diri dan mencoba menyikapi persoalan ini dengan bijaksana dan penuh harapan agar N.Yusuf AS mau bertaubat dan bersyahadat kembali.

Dengan lemah lembut Ahmad menceritakan tentang kemuliaan Rasulullah SAW serta menceritakan sejarah perjuangan dan pengorbanan Rasulullah SAW dalam memperjuangkan agama Islam. Namun, N. Yusuf membantah dan mengatakan dia tidak mau Islam dibawa-bawa dalam pembicaraan itu.

Herannya, jika Ahmad meneruskan ceritanya tentang ketuhanan dan kemuliaan Rasulullah SAW, N. Yusuf AS langsung berubah sikap dan mengatakan, dirinya adalah Isa Almasih. Dalam pertemuan itu, Ahmad langsung menannyakan agama N. Yusuf.
"Namun, saya tetap mengerjakan shalat tapi hanya pagi dan petang," kata N. Yusuf.

Atas kasus ini dengan kepedulian yang tinggi kepada agama dan umat Islam, Ahmad meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kandepag segera mengambil tindakan sebelum kasus ini berkepanjangan dan merusak serta mengusik ketenangan umat Islam.

Kata Ahmad Yani, jika perlu pihak kepolisian segera diturunkan untuk menangani dengan serius kasus yang sedang berkembang di Kota Medan.

Masih kata Ahmad Yani, kalau dalam waktu dekat ini ulama dan umaroh tidak mengambil tindakan menyeret N. Yusuf AS ke pengadilan tinggi, Ahmad berjanji akan menurunkan masanya untuk jihad menegakkan kebenaran (amar makruf nahi munkar).

Ketua Umum (FPU) ini minta ulama dan umaroh khususnya umat Islam jangan sampai kecolongan adanya Nabi Palsu di Medan Sumatera Utara.

"Kalau kasus ini tidak ditindaklanjuti pemerintah terkait, Ahmad Yani mengkhawatirkan pengikutnya semakin banyak dan akan meresahkan serta memancing kemarahan umat Islam," ujarnya. (Dakta.com)

Di tolak MA, TPM Bawa Ke Mahkamah Internasional

Seperti diketahui, MK dalam sidangnya yang dipimpin majelis hakim konstitusi Mahfud MD, menolak permohonan baik pengujian formil maupun pengujian materil. Dalam putusannya MK menilai, dalil-dalil pemohon mengenai pengujian formil tidak beralasan.

Rencana Tim Pembela Muslim (TPM) membawa penolakan permohonan uji materi UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukum Mati ke Mahkamah Internasional (MI) tidak terlalu dikhawatirkan Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Yang jelas berdasarkan ketentuan yang berlaku ini tidak masuk yuridiksi peradilan mahkamah internasional," kata Kapuspenkum Kejagung Jasman Panjaitan di Kejagung, Selasa (21/10).

Dengan keluarnya putusan MK tersebut, lanjut Jasman, diharapkan tidak ada lagi perbedaan pendapat diantara para ahli hukum, tentang tata cara pelaksanaan hukum mati.

"Yang berlaku saat ini adalah UU 5/1969 tentang tata cara pelaksanaan hukum mati. Bahwa pelaksanaan hukum mati dilaksanakan dengan cara tembak," pungkas Jasman.

Sedangkan Pengamat pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia Rudi Satrio menilai Rencana ini wajar-wajar saja. Apalagi, jika pelaksanaan eksekusi dianggap menyiksa terpidana.

"Jadi wajar-wajar saja kalau memang mau dibawa ke sana," kata Rudi Satrio.

Menurut Rudi, dalam persoalan yang menyangkut hak asasi manusia memang diperlukan adanya peradilan HAM Internasional. Sehingga, jika memang TPM menginginkan hal itu dibawa ke Mahkamah Internasional sebagai hal yang sah-sah saja dilakukan.

"Kalau memang mau dibawa kesana ya silakan saja. Yang penting mekanismenya ke sana," ujarnya.

Eksekusi mati dengan cara ditembak yang disebut TPM merupakan penyiksaan, dinilainya tidak bisa dibenarkan. Sebab, masalah hukuman mati itu tidak bisa dinilai hanya berdasarkan sudut pandang seseorang.

"Standar hukuman manusia tidak boleh menyakiti dan tidak merendahkan manusia. Jadi, yang patut menentukan standar hukuman mati seseorang adalah ahli kedokteran hakim," tambahnya.

Seperti diketahui, MK dalam sidangnya yang dipimpin majelis hakim konstitusi Mahfud MD, menolak permohonan baik pengujian formil maupun pengujian materil. Dalam putusannya MK menilai, dalil-dalil pemohon mengenai pengujian formil tidak beralasan.

MK juga menyatakan, hukuman mati dengan cara ditembak tidak termasuk kategori penyiksaan terhadap diri terpidana mati. "Bahwa alternatif tata cara pidana mati seperti pancung dan hukuman gantung, setrum listrik, menimbulkan rasa sakit meskipun gradasi dan kecepatan kematian berbeda-beda," kata ketua MK Mahfud MD.

3 Terpidana mati bom Bali I, Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra mengajukan uji materiil terhadap tata cara pelaksanaan eksekusi mati. Mereka menilai cara tembak mati tidak manusiawi dan telah melanggar hak konstitusional pemohon untuk tidak disiksa. (dakta.com)

Masih Punya Rasa Malu, TK Akhirnya Ikut Rapat

Dikritik dan diberitakan media massa karena kebiasaanya bolos sidang di DPR, anggota Komisi I DPR Taufiq Kiemas merasa risih juga. Ketua Dewan Pertimbangan Pusat DPP PDIP itu pun merasa malu.

Tumben nih Pak, hadir di sidang? tanya wartawan begitu suami mantan Presiden Megawati itu keluar dari ruang sidang paripurna, Selasa (21/10).

"Malu juga saya dikritik adik-adik," kata Taufiq sambil tersenyum ke arah wartawan yang mencegatnya.

Jadi bukan karena mau dilaporkan jarang hadir oleh Agus Condro ya Pak? goda wartawan lagi.

"Bukan, bukan karena dia. Kalau dikritik adik-adik saya mau datang," ucap Taufiq.

Sebelumnya, Taufiq muncul di ruang rapat paripurna dengan dikawal 3 ajudannya. Ketika tiba pukul 11.30 WIB Taufiq enggan diwawancara.

Selama sidang paripurna dengan agenda 5 agendan Taufiq duduk di kursi deretan nomor 3 dari belakang bersama sejumlah anggota FPDIP lainnya.

Sementara itu Fraksi PDIP juga masih ingin mempertahankan keanggotaan Taufiq di Komisi I DPR.

Menurut Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo, suami mantan Presiden Megawati itu sakit dalam waktu yang cukup lama.

Selama tidak hadir di rapat-rapat yang digelar di DPR, kata Tjahjo, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP itu selalu mengajukan izin. Tjahjo pun, sebagai Ketua FPDIP tidak mempermasalahkan hal itu. Sehingga, pihaknya akan tetap mempertahankan posisi Taufiq di DPR.

Sebelumnya Suami mantan Presiden RI Mengawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas dilaporkan anak buahnya Agus Condro terkait kedisiplinannya di DPR RI. Anggota Komisi I DPR ini siap mundur.

Agus menilai Taufiq Kiemas harus mempertanggungjawabkan gajinya sebesar Rp45 juta sebagai anggota Komisi I DPR. Sebab, selama ini, dia tidak pernah hadir dalam sejumlah rapat yang digelar di DPR, dari tingkat komisi hingga paripurna. (Dakta.com)

Demo RUU Pornografi : " Pornografi Malu Ah".

Kontroversi Rencana Undang-Undang (RUU) Pornografi terus memuncak. Aksi menolak ataupun mendukung kembali bermunculan. Bila di Yogyakarta dan Bali belum lama ini marak penolakan, di Jakarta muncul aksi yang mendukung RUU tersebut.

Aksi digelar 400 anggota Aliansi Peduli dan Penyelamat Bangsa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/10/2008). Mereka mayoritas adalah perempuan yang terdiri dari ibu-ibu, remaja dan pelajar SMU.

Perempuan yang mengikuti aksi ini terdiri dari beberapa ormas antara lain Forum Kartini, Komite Aksi Kasih Sayang (Kakas), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI).

Aksi mereka juga diisi dengan membentangkan spanduk dan poster. Isinya antara lain "Mendukung RUU Pornografi Sama Dengan Cinta Negeri ini", "Pornografi No Way, Pornografi Malu Ah".

Kordinator aksi Yurnalis mengatakan, pihaknya menuntut agar RUU Pornografi segera disahkan karena banyak sekali efek negatif dari maraknya pornografi.

"RUU Pornografi jangan diidentikkan dengan agama Islam karena RUU ini melindungi harkat dan martabat kamu wanita secara umum," kata Yurnalis.

Dalam demo ini juga ditampilkan seorang pemuda pengangguran tak mampu menahan nafsu bejatnya setelah membuka-buka majalah porno. Gadis lugu yang sedang sendirian pun menjadi korbannya. Ironisnya, gadis itu adalah putri si penjual majalah.

kejadian seperti itu, menurut mereka kerap dijumpai di kehidupan nyata.

Teaterikal yang dimainkan oleh sejumlah pria itu mendapat sambutan hangat dari peserta demo dan warga yang berada di sekitar lokasi demo karena dibawakan dengan gaya kocak. Mereka tampak antusias menonton jalan cerita pemerkosaan itu.

Koordinator APPB, Yurnalis mengatakan, gambaran ini merupakan peristiwa yang sering terjadi di masyarakat. "Banyak kakak memperkosa adiknya, anak kecil diperkosa tetangganya, ini karena pornografi beredar bebas," ungkapnya.

Dengan alasan itulah aliansi ini meminta agar RUU pornografi segera disahkan. "Tidak ada alasan pengesahan RUU ini ditunda-tunda," ujar wanita berjilba ini.

Aksi ini mendapat pengawalan 30 personel Polda Metro Jaya. Aksi membuat jalan Gatot Subroto tersendat karena pengguna jalan melambatkan laju kendaraan.

(Dakta.com)

Eksekusi terhadap tiga terpidana syahid bom Bali Minta putusan MK adil dan moderen.

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan tata cara eksekusi Amrozi cs pada Selasa (21/10/2008) sekitar pukul 10.00 WIB. Terpidana mati bom Bali I ini berharap putusan MK adil dan moderen.

"Putusan MK diharapkan mencerminkan proses hukum yg moderen dan terbaik di Indonesia," kata kuasa hukum Amrozi cs, Achmad Michdan, kepada detikcom.

Menurut dia, putusan MK diharapkan sesuai keterangan saksi fakta yakni par rohaniawan dan ahli yang menyebutkan pelaksanaan eksekusi mati dengan cara tembak mengandung kekerasan dan tidak manusiawi.

"Kami berpendapat pelaksanaan pidana mati dengan regu tembak cara lama dan tidak tepat. Sebab, dalam proses hukum moderen menyebutkan eksekusi mati seharusnya tidak melanggar HAM misalnya suntik. Sementara sesuai hukum Islam dengan cara pancung," papar dia.

Selain itu, kata Michdan, pelaksanaan hukuman mati harus memenuhi syarat legal standing. "Jadi harus berlaku bagi klien kami juga. Jangan sampai putusan itu hanya untuk ke depan saja, atau retroaktif," ujarnya.[detiknews]