21 November 2008

Kain Kafan Sisa Imam Samudra

Meski sudah dijahit, tapi darah masih merembes sampai ke punggung. Saya pun sempat membersihkannya dengan tangan,� tutur Ustadz Syuhada Ustadz Syuhada, Tim Pengurus Jenazah Amrozi

Amrozi akrab dengan saya, karena sama-sama sekolah di Madrasah Aliyah Muhammadiyah Payaman, Lamongan. Kami pernah satu kelas dan duduk satu bangku. Di pesantren juga sering bertemu dan kumpul mendiskusikan berbagai hal, sehingga antara kami sudah saling percaya.

Amrozi sangat kangen sama saya, karena sejak ditahan di LP Krobokan, Bali, hingga eksekusi, saya tak pernah menjenguknya. Saat di Bali, tiap jam 02.00 WIB, Amrozi sering telepon sampai menjelang shalat malam, sekitar jam 03.00. Usai shalat, Amrozi telepon lagi sampai menjelang Subuh. Saat telepon ia sering mengatakan, �Kamu nggak kangen dan pingin ketemu saya, to?�
Saya jawab, �Aku belum ada waktunya.�
Terkadang saya bercanda, �Nggak, aku nggak pengin ke sana.� Amrozi pun menjawab, �Masa, cak, cak, orang lain saja nyambangi aku.�

Saat telepon, Amrozi sering memanggil saya dengan sebutan �lontong�, karena pada malam sebelum penangkapan, ia berada di rumah saya. Kami makan lontong bersama-sama. Itulah pertemuan terakhir saya dengan Amrozi, karena siang harinya, ia ditangkap aparat.

Sebulan sebelum eksekusi, seusai shalat Subuh, Amrozi telepon dan mengatakan, �Kalo aku dieksekusi, tolong jenazahku diramu, dimandikan, dan dikafani yang baik.�
Saat itu, saya pikir ia bercanda, maka saya katakan, �E, kowe ngomong apa iku? (E, kamu bicara apa itu?).

Ia mengatakan, �Lho, temen iki, temen iki, aku wasiat karo kowe� (Lho, benar ini, benar ini, aku berwasiat sama kamu).
Selanjutnya, Amrozi mengatakan, �Tolong sampaikan pada Mul (menantunya). Soal biayanya, tanya sama Mbak Sus (istrinya).�

Percakapan itu saya rekam dan saya sampaikan pada menantu Amrozi. Saat menjelang eksekusi, saya bingung menghadapi ini. Akhirnya, saya berkali-kali berdoa, �Ya, Allah, jika saudaraku dieksekusi, tolong eksekusinya pada malam Ahad, biar saya bisa mengurus jenazahnya.� Karena memang, saya tidak ada waktu selain hari Ahad untuk melaksanakan wasiatnya ini.

Jumat (7/11), saya ditelepon keluarga Amrozi untuk datang. Sekitar jam 10.30 Wib, kami bertemu di Masjid Baitul Muttaqin, sekitar 25 meter dari rumah Tariyem (Ibunda Amrozi). Keluarga menunjuk saya dan Ustadz Ali Fauzi sebagai perwakilan ke Nusakambangan untuk meramu jenazsah Amrozi dan Mukhlas. Saat itulah saya sampaikan wasiat Amrozi itu dan keluarga pun semakin mantap menunjuk saya.

Jumat malam (7/11), jam 03.00 Wib, kami berdua berangkat ke Nusakambangan didampingi anggota Polres dan Kejaksaan Lamongan. Sampai di Cilacap, Sabtu (8/11), jam 15.00 Wib. Kami �disembunyikan� di lantai dua gedung Polres Cilacap untuk menghindari wartawan. Selama di Cilacap, mulai Maghrib hingga jam 11.00 Wib, hujan turun deras diselingi sambaran petir yang susul menyusul.

Saya sempat merenung, �Jadi tidak sih eksekusinya? Ya, mudah-mudahan nggak jadi, biar saya balik pulang.� Sebenarnya, saya berharap eksekusi tak terjadi. Tapi sekitar jam 12.30 Wib, saya mendapat SMS dari kawan yang berada di dalam LP Batu mengabarkan bahwa: �Amrozi Cs telah dieksekusi jam 12.15 WIB.�

Saya pun membangunkan Ustadz Fauzi. �Ustadz, Amrozi sudah dieksekusi.� Ustadz Fauzi pun membaca SMS itu. Kami hanya tertegun dan termangu sejenak, tak percaya dengan kabar ini. Setengah jam berikutnya, petugas Polres Cilacap membangunkan saya, �Bangun Ustadz. Kita akan ke Nusakambangan memandikan dan mengafani jenasah,� kata petugas itu.

Kami sudah membawa perlengkapan dari rumah. Sekitar jam 01.00 Wib kami di bawa ke luar, sampai pintu, di depannya sudah menunggu kendaraan tertutup yang siap membawa kami. Di dalam Mobil sudah menunggu delapan petugas. Kami pun dibawa nyebrang ke Nusakambangan.

Kami diistirahatkan di sebuah ruangan selama 30 menit. Setelah itu, kami dipanggil, �Ustadz, kita ke ruang jenazah.� Di ruangan itu sudah ada tiga jenazah, Imam Samudra yang pertama, Amrozi di tengah dan selanjutnya Mukhlas. Sejak di rumah, saya berniat, �Jika Imam Samudra tak ada yang memandikan dan mengafani, sekalian akan saya urus.�

Ternyata, Imam Samudra sudah dimandikan oleh petugas LP. Saya hanya sempat melihat bagian atas dari tubuh Imam Samudra, karena mulai perut sampai kaki sedang dimandikan. Saya nggak berani memandikan jenazah Imam karena sudah ada yang menangani.
Kami menuju jenazah Amrozi dan Mukhlas. Yang pertama saya buka Mukhlas, selanjutnya Amrozi.

Setelah ganti baju yang sudah disiapkan, kami memandikan yang lebih tua terlebih dulu yakni Mukhlas. Saya amati kondisi tubuhnya. Alhamdulillah semuanya baik, kecuali satu luka tembak di dada sebelah kiri yang menembus punggung.

Saya balik tubuhnya untuk mengecek luka tembaknya. Meski sudah dijahit, tapi darah masih merembes ke punggung. Saya sempat membersihkannya dengan tangan. Demikian juga dengan jenasah Amrozi, kondisinya baik dan hanya ada satu luka tembak di dada sebelah kiri. Meski sudah dijahit, darahnya juga merembes ke punggung.

Kemudian, saya memandikan Mukhlas, dimulai dengan mengeramasi rambutnya. Yang paling lama, ketika saya membersihkan kakinya, karena kotor penuh lumpur hingga ke betis. Untuk Amrozi, lumpur yang mengotori kaki hingga betisnya lebih tebal.

Karena tak membawa handuk dan kain penutup jenazah, maka handuk yang sebenarnya untuk kami akhirnya digunakan untuk mengelap kedua jenazah. Untuk menutup jenazah, saya ambil kain kafan sisanya Imam Samudra.

Selama memandikan Mukhlas, saya perhatikan, mukanya tersenyum, matanya membuka, saya tutup tetap membuka. Mulutnya juga membuka, meski sudah saya tutup tetap membuka lagi. Ini terjadi sampai ketika kami mengkafani. Saya pun sempat mengatakan pada Ustadz Fauzi, �Ini hidup atau mati?�

Kemudian, saya memandikan Amrozi. Setelah mengeramasi rambutnya dan membersihkan mukanya, matanya saya tutup, nggak bisa menutup. Mulutnya juga nggak bisa ditutup, seperti tersenyum terus. Ini terjadi sampai saat mengafani. Saya pun mengatakan sambil menepuk mulutnya, �Kamu ini hidup atau mati, to?� Yang paling lama, membersihkan kakinya karena penuh lumpur.

Ketika merapikan rambutnya yang panjang, saya sempat mengatakan, �Seandainya aku membawa sisir, kamu aku sisirin. Aku sisir pakai tanganku saja, ya?� Selanjutnya, kami mengafani kedua jenasah itu, dimulai dari Mukhlas, selanjutnya Amrozi. Setelah selesai, keduanya kami letakkan di keranda.

Setelah itu, petugas datang dan menanyakan, �Gimana mau dishalatkan tidak?�
Kami jawab, �Nggak usah pak, nanti di rumah.� Polisi itu balik bertanya,
�Lho, gimana, kami semua juga Islam?�
Akhirnya, saya jelaskan bahwa ini merupakan amanat keluarga, sedangkan kami hanya bertugas memandikan, mengafani dan membawa pulang jenasah, selebihnya nggak berani.

Akhirnya, jenasah dimasukkan ke mobil di bawa ke lokasi penerbangan Helikopter. Selanjutnya, saya membersihkan diri dan pulang dengan jalan darat. Sekitar jam 06.00 Wib, jenazah diberangkatkan. Saya meninggalkan Nusakambangan juga sekitar jam 06.00 Wib.

Ketika ditanya perasaannya saat merawat jenasah? Ustadz berputra dua ini mengatakan, �Saya sering merawat jenazah, tapi jenazah kedua saudara saya ini, Subhanallah, saya tak bisa menerangkan perasaan saya. Rasanya lain dari yang lain. Ketika saya memegang tangan, kaki atau badannya, sangat lembut, empuk. Selama mengurusnya, saya tak mencium bau apa-apa kecuali harum.�



(www.sabili.co.id)

Penolak Komik Nabi Semakin Kencang

Sejumlah perwakilan elemen Islam Solo, Jawa Tengah yang terdiri dari Fron Pembela Islam, Majelis Tafsir Al-Quran, Laskar Umat Islam Surakarta, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim, Forum Ukhuwah Jamaah Masjid,dan pengurus DPD Partai Keadilan Sejahtera mendatangi Polwil Surakarta, mendesak Kapolwil Kombes Taufik Ansorie mengambil langkah tegas terkait peredaran situs internet yang berisikan pelecehan Nabi Muhammad.Tak hanya itu saja,sejumlah elemen islam ini,meminta agar polisi memblokir situs yang melecehkan umat islam tersebut.

Selanjutnya 21 orang perwakilan umat Islam ini diterima langsung Kapolwil di ruang kerjannya. Ketua Bidang Politik DPD PKS Solo Ikhlas Thamrin mengatakan, pihaknya telah membuka situs pelecehan terhadap Nabi Muhammad.

"Situs tersebut berisi komik yang melecehkan Nabi Muhammad.Terus terang kami elemen islam tidak bisa menerima pelecehan tersebut,"jelas Ikhlas Thamrin.

Melihat isi tayangan situs tersebut, pihaknya berkeyakinan apabila penyebaran situs tersebut,juga melibatkan orang indonesia sendiri. Sebab, dalam teks penjelas gambar-gambar, menggunakan Bahasa Indonesia.

"Apabila teks aslinya tidak berbahasa Indonesia, pasti ada orang yang menerjemahkan ke Bahasa Indonesia," kata Ikhlas diamini rekan-rekannya.

Menurut mereka, penayangan situs tersebut tidak hanya melakukan penodaan agama tetapi juga melanggar undang-undang pornografi. Pasalnya, ada penayangan adegan seks di situs tersebut.

Sementara itu Kapolwil Surakarta, Kombes Pol Taufik Ansorie mengatakan,beberapa saat setelah peredaran situs diketahui, Mabes Polri langsung melakukan upaya-upaya penanganan. Salah satunya mengeluarkan instruksi untuk seluruh jajaran kepolisian.

Sementara itu Ketua MPR Hidayat Nurwahid mendesak aparat kepolisian untuk memburu para pembuat komik menghina Nabi Muhammad. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan terorisme di jalur maya yang harus dibasmi.

Hidayat juga menegaskan, tidak ada alasan bagi pihak kepolisian untuk tidak meneruskan kasus ini. Menurutnya, dikarenakan para pembuat komik Nabi tersebut telah secara vulgar menyampaikan perlawanannya terhadap hukum di Indonesia.

Selain itu, Hidayat juga berpandangan pihak kepolisian haruslah berani memburu para pembuat komik nabi tersebut karena mereka telah membuat kejahatan yang sangat terbuka.

(dakta.com)