06 Januari 2009

Lautan Massa PKS Memenuhi Jalan-Jalan Protokol


Israel Laknatullah

"Saat Kami Sujud, Misil Itu Menghantam Kami..."

�Saat kami sedang bersujud menghadap Allah, tiba-tiba kami mendengar raungan pesawat tempur Zionis-Israel yang datang dari jauh. Tidak lama kemudian pesawat-pesawat pembunuhan itu memuntahkan bom-bom ke arah kami. Semua itu terjadi dalam hitungan menit hingga masjid yang kami ada di dalamnya dihancurkan dari atas kepala-kepala kami.�

Ramadhan Khaled al Afsy (27), tak menyangka jika hari itu menjadi hari petaka baginya. Siang itu, Sabtu (27/12), warga yang tinggal di kamp pengungsi di Nusairat di Jalur Gaza ini sedang berangkat menunaikan shalat dzuhur di masjid al Zahra, sebuah masjid kecil di kamp pengungsi Nusairat. Tak disangaka, pesawat-pesawat Israel bantuan Amerika menyerang wilayahnya.

�Saya adalah satu di antara warga kamp pengungsi. Bersamaan dengan dimulainya gempuran Israel ke seluruh wilayah Jalur Gaza siang lalu, saya bersama sekelompok orang berangkat menunaikan shalat dzuhur di masjid al Zahra, sebuah masjid kecil di kamp pengungsi Nusairat,� ujarnya dikutip Palestine Information Centre (Pusat Informasi Palestina).

�Saat kami sedang bersujud menghadap Allah, tiba-tiba kami mendengar raungan pesawat tempur Zionis-Israel yang datang dari jauh. Tidak lama kemudian pesawat-pesawat pembunuhan itu memuntahkan bom-bom ke arah kami. Semua itu terjadi dalam hitungan menit hingga masjid yang kami ada di dalamnya dihancurkan dari atas kepala-kepala kami.�

Khaled adalah salah seorang dari 13 korban luka yang sampai di rumah sakit Nasher di Kairo, Mesir, dari total 36 korban luka Jalur Gaza yang berhasil dibawa ke wilayah Mesir.

Saat serangan Israel, Khaled bersama jamaah sedang dalam rakaat pertama. �Baru saja kami memulai pada rekaat pertama hingga missil-missil pesawat pembunuhan Israel menghantam kami saat kami sedang bersujud. Saya saat itu hanya bica memohon kepada Allah agar melindungi kami semua dari segala keburukan dan mengembalikan tipu daya mereka ke leher-leher mereka,� ujarnya.

Dalam waktu sekejab, Khaled melihat rumah Allah itu sudah rata dengan tanah. �Tiba-tiba saja masjid sudah dihancurkan total dari atas kepala-kepala kami. Bukan hanya masjid satu-satunya. Namun sejumlah rumah warga di sekitar masjid juga dihancurkan. Nasibku agak lebih baik. Karena saya berada di dekat pintu masjid yang dipenuhi dengan jamaah shalat. Saya berhasil dikeluarkan dengan segera dari bawah reruntuhan puing-puing masjid dan dibawa ke rumah sakit. Kami, 40 jamaah shalat tertimpa masjid dari atas kepala-kepala kami akibat bombardemen Israel. Saya tidak tahu sampai sekarang, apa yang terjadi pada mereka (jamaah yang lain).�

Khaled mengalami patah tulang di kedua pundahknya dan sejumlah tulang rusuk serta terkena serpihan rudal di pinggang kanannya. Meski akibat serangan itu ia sulit berbicara, Khaled masih bersemangat bercerita. �Sesampainya saya di rumah sakit as Shifa di kota Gaza, saya tahu bahwa Zionis-Israel menjadikan masjid-masjid sebagai sasaran serangannya.�

Khaled tak salah. Sebab, pesawat-pesawat tempur Israel itu akhirnya menghancurkan sejumlah masjid lainnya. Di antaranya adalah masjid as Shifa di barat Gaza, masjid al Qassam di Khan Yunis, masjid Imad Aqil di utara Jalur Gaza, masjid Abu Bakar ash Shidiq di kamp pengungsi Jabaliya dan masjid al Istiqamah di kota Rafah. Sampai hari ini, sudah lebih dari 8 masjid di kota itu hancur.

Ada guratan sedih di wajahnya. Maklum, semenjak dirinya dirawat di lantai empat di ruang gawat darurat rumah sakit Nasher, Mesir, ia sudah berpisah dengan anak dan istrinya. �Saya memiliki 9 anak. Saya tidak tahu nasib sebagian dari mereka sekarang. Meskipun salah seorang anak saya sudah menghubungi saya dan menenangkan saya soal mereka, namun saya belum mendengar suara mereka. Saya cemas mereka tertimpa bahaya,� ungkapnya sedih.

Mengenai perjalanannya hingga sampai ke Mesir dia mengatakan, �Saya tinggal di rumah sakit as Shifa di Jalur Gaza selama dua hari. Selama itu kondisi saya terus memburuk. Senin malam saya sampai di Kairo setelah diangkut mobil ambulan dari kotaGaza ke perbatasan Mesir. Kemudian mobil ambulan di perbatasan Mesir membawa saya ke rumah sakit Arisy. Dari sana saya dibawa ke Kairo karena saya sangat membutuhkan tindakan operasi cukup rumit.�

dakta.com

Mungkinkah Allah Beri Azab Bush Cepat Tua?

Menjadi seorang presiden, tentu merupakan dambaan setiap politisi. Apalagi menjadi Presiden Amerika Serikat, yang nota bene dapat �menentukan� kebijakan di seluruh belahan bumi. Namun, tahukah Anda bahwa setiap Presiden AS akan terlihat jauh lebih tua pada akhir masa jabatan mereka.

Menurut Kepala Cleveland Clinic Dr Michael Roizen, perbedaan sangat jauh terlihat pada awal dan akhir masa jabatan seorang Presiden AS, terutama dalam hal fisik. Permasalahan negaralah yang seakan menyedot aura kemudaan mereka.

Beberapa ahli mengamini dugaan bahwa stres Gedung Putih mempercepat penuaan seorang Presiden AS. Bahkan, efeknya bukan hanya pada kerutan di wajah, pemutihan rambut, dan fluktuasi berat badan, tapi juga menyebabkan kematian dini.

Untuk setiap tahun duduk di Ruang Oval atau ruang kerja kepresidenan, usia seorang Presiden AS, menurutnya, akan bertambah tua dua tahun. Sehingga, dapat dibayangkan kondisi Presiden George W Bush yang telah berada di ruangan itu selama delapan tahun.

"Tak peduli Demokrat atau Republik, atlet atau bukan, perokok atau bukan. Delapan tahun di kantor itu, artinya ia bertambah tua 16 tahun," ujar Rozien, seperti dilansir Boston.com, Senin (5/1) WIB.

Pernyataan itu didukung oleh Robert E Gilbert, guru besar Ilmu Politik Northeastern University, yang menulis buku The Mortal Presidency. Menurutnya, nyawa presiden lebih pendek dibandingkan anggota Kongres atau Pengadilan Tinggi. Beberapa presiden, bahkan tak pernah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

"Presiden adalah fokus dan pusat perhatian tunggal. Bandingkan dengan Pengadilan Tinggi, yang satu dari sembilan anggota. Atau di Kongres yang satu dari 535 anggota lainnya. Sehingga mereka tak terlalu terlihat dan jika pergi ke pantai tidak ada yang mengenali," papar Gilbert.

Namun tak semua presiden AS mengalami penuaan dini atau cepat meninggal. Lihat saja Jimmy Carter yang hidup hingga usia 80-an. Demikian pula dengan presiden Herbert Hoover, Harry Truman, Gerald Ford, dan Ronald Reagan. Beberapa faktor lain, seperti genetis dan gaya hidup, tampaknya juga mempengaruhi

Sebelumnya Pemenang Hadiah Nobel bidang kesusasteraan Doris Lessing menyebut Presiden AS George W. Bush sebagai "malapetaka bagi dunia." Menurutnya, Bush adalah pemimpin AS yang berasal dari "kelas sosial yang mendapatkan keuntungan dari peperangan. "

"Semua orang merasa capek dengan orang ini (Bush), entah itu orang yang bodoh atau orang yang sangat pintar sekalipun, " ujar Lessing. Lessing juga mengatakan bahwa serangan 11 September "tidak terlalu buruk" dibandingkan dengan serangan-serangan yang dilakukan Irish Republican Army (IRA).

Lessing bahkan tidak peduli jika orang-orang Amerika akan menyebutnya gila, dengan penilaiannya itu. "Banyak orang tewas, dua gedung megah runtuh, tapi itu tidak seburuk atau tidak terlalu istimewa, seperti yang ada di pikiran orang-orang, " kata Blessing seperti dilansir surat kabar terbitan Spanyol El Pais.

Namun Pada Akhirnya secara terbuka pada 6 Oktober 2005, presiden AS George W. Bush menyebutkan musuh utamanya di abad ini adalah umat Islam yang menginginkan tegaknya kembali kekuasan Islam. Pernyataan ini dikeluarkan Bush saat memberikan sambutannya tentang terorisme di National Endowment for Democracy, Ronald Reagan Building and International Trade Cente

Dia berjanji akan terus melanjutkan perang melawan terorisme. Kalau selama ini kelompok dan individu yang menentang kepentingan AS diberikan julukan terorisme secara umum, kali ini Bush akhirnya menyebutkan bahwa teroris yang ia maksud (dan dia menggunakan kata-kata 'serangan' dalam ucapannya) adalah golongan yang ingin memperjuangan ideologi yang jelas dan terfokus, tapi bukan pemikiran gila. Sebagian dari kelompok ini disebut islam radikal yang jahat, angkatan jihad bersenjata, dan Islam fasis.

dakta.com

Tak perlu tembak, Patahkan leher Mereka..!!

"Kami sedang patroli di Rafah. Tidak ada anjing-anjing di jalanan, yang ada hanya seorang bocah kecil tengah bermain dengan pasir. Dia sedang membuat rumah dari pasir. Teman kami mulai membidikkan senjatanya, tapi komandan kami melarang dan berkata, �Jangan, dia hanya anak-anak. Tidak perlu ditembak. Patahkan saja leher atau tulang rusuknya. Lalu kami hampiri dia dan mematahkan tulang-tulangnya. Kami pergi meninggalkan anak itu

Disebabkan media-media besar dunia, juga nyaris seluruh kantor berita internasional, dikuasai jaringan Zionis Internasional, maka kekejaman dan kebiadaban tentara Zionis-Israel tidak diketahui banyak orang. Termasuk bagaimana cara dan perasaan para tentara penjajah ini saat menyiksa warga Palestina, baik itu bayi dan anak-anak kecil, para gadis dan para Muslimah, dan sebagainya.

Sebuah foto dimuat dalam situs Kavkazcenter.com. Situs perjuangan Mujahidin Checnya misalnya pernah merilis sebuah foto yang sangat menyesakkan dada di mana seorang Muslimah Palestina sedang dikeroyok oleh tak kurang tiga tentara Israel dan tangan si Muslimah tersebut tengah berada dalam gigitan anjing besar yang dibawa tentara Zionis tersebut.

Bagaimanakah perasaan kita bila sang Muslimah Palestina tersebut adalah ibu kita? Isteri kita? Anak kita? Atau saudara kita? Rakyat Palestina setiap hari senantiasa berada dalam siksaan dan sasaran tembak tentara-tentara Zionis tersebut.

Terkait dengan hal itu, Harian Observer memuat kesaksian seorang psikolog Klinik Universitas Hebrew bernama Nufar Yishai-Karin. Psikolog Yahudi ini memeriksa dan mewawancarai delapan belas tentara Zionis-Israel yang banyak bertugas di daerah pendudukan.

Ternyata Mereka banyak yang mengaku senang bisa menyiksa orang-orang Arab tersebut, ujarnya.

Beberapa jawaban yang disampaikan tentara Zionis kepada Psikolog Yahudi tersebut sungguh-sungguh memperlihatkan bahwa mereka memang bukan manusia, tapi babi dan kera yang berwujud manusia. Inilah sebagian kutipannya:

"(Menyiksa mereka) seperti minum anggur yang lezat"

"Jika saya tidak ditugaskan ke Rafah atau daerah di mana banyak orang Palestinanya dan tidak menyiksa mereka, sepekan saja, maka saya merasakan badan ini kurang sehat".

Beberapa tentara Israel bahkan mengakui bahwa menyiksa orang Palestina merupakan bagian dari keimanan mereka.

"Kamu akan merasa kamu adalah hukum itu sendiri. Kamu adalah hukum. Kamu bebas untuk berbuat apa saja, bahkan terhadap anak-anak kecil dan tentu saja perempuan muda..."

"Kami adalah Tuhan, yang bisa berbuat apa saja terhadap mereka"!

"Saya pernah melakukan yang amat saya suka. Seorang pemuda Palestina saya tendang kemaluannya. Saya pecahkan, hingga dia tidak akan pernah punya anak".

Seorang tentara Israel lainnya dengan bangga bercerita bagaimana dia menyiksa seorang Muslimah Palestina, "Saya pukul wajahnya dengan gagang senjata ini hingga hancur dan dia tidak bisa lagi meludahi saya sampai kapan pun"

Yang lain berkata, "Kami sedang patroli di Rafah. Tidak ada anjing-anjing di jalanan, yang ada hanya seorang bocah kecil tengah bermain dengan pasir. Dia sedang membuat rumah dari pasir. Teman kami mulai membidikkan senjatanya, tapi komandan kami melarang dan berkata, �Jangan, dia hanya anak-anak. Tidak perlu ditembak. Patahkan saja leher atau tulang rusuknya. Lalu kami hampiri dia dan mematahkan tulang-tulangnya. Kami pergi meninggalkan anak itu.

dakta.com