Kasus larangan berjilbab yang dilakukan RS Mitra Keluarga Bekasi (RSMKB) terhadap karyawannya mendapat perhatian serius dari Wali Kota Bekasi, Mochtar Muhammad. Menurutnya, jika kasusnya berlarut-larut, pihaknya segera memanggil pihak RSMKB.
''Pihak Mitra Keluarga (RSMKB) sudah jelas melakukan kesalahan,'' tegasnya, Rabu (5/11).
Kasus Wine Dwi Mandella yang dipecat karena mengenakan jilbab oleh RSMKB mengejutkan Mochtar Muhammad, wali kota Bekasi.
Dari keterangan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Agus Darma Suwandi, Rabu (5/11), pihak RSMKB telah mengirimkan surat yang menyatakan bahwa perusahaan menerima Wine untuk kembali bekerja per 7 November 2008. Menanggapi hal ini, wali kota menyatakan bahwa kasus ini sudah menjadi pelajaran untuk semua pihak agar tidak ada lagi tindakan diskriminasi rasial di Kota Bekasi.
Sayangnya, di surat tersebut, menurut Agus, tidak ada keterangan mengenai perubahan peraturan di RSMKB dalam hal pemakaian jilbab bagi karyawan muslimah lainnya. ''Di surat ini, hanya menyebutkan nama Wine Dwi Mandella dipekerjakan kembali dengan menggunakan jilbab dan manset,'' ujarnya.
Menurut Agus, jika Wine diperbolehkan bekerja dengan menggunakan jilbab, otomatis pekerja lainnya juga diperbolehkan bekerja dengan menutup aurat.
Ditemui terpisah, Heri Koswara, ketua Komisi D DPRD Kota Bekasi, menyatakan bahwa pertemuan pada hari Senin (10/11) nanti tetap akan berlangsung. Pihak RSMKB, kata Heri, tetap harus mempertanggungjawabkan keputusannya di hadapan setiap pihak yang terkait. ''Lagi pula, isi pernyataan mereka belum tuntas, belum ada keterangan mengenai nasib karyawan lainnya.''
Wirda Saleh, kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, mengaku belum mengetahui hal tersebut. ''Aturan (larangan berjilbab) tersebut pasti tidak tertulis karena Dinkes tidak mungkin mengizinkan aturan pelarangan jilbab.''
Tugas Dinkes sebagai regulator, menurut Wirda, mengkaji setiap peraturan yang dibuat oleh RSMKB sebelum mengizinkannya beroperasi. ''Jika ada aturan semacam itu, pasti tidak akan kami perbolehkan.''
Wirda juga menambahkan bahwa jilbab tidak mengganggu kinerja seorang perawat. Maka, tidak masuk akal jika masih ada pihak yang melarang pekerjanya berjilbab.
Pendapat tersebut sejalan dengan pernyataan Tommy, selaku ketua Asosiasi Rumah Sakit Kota Bekasi. Menurutnya, hal ini tidak pantas dilakukan oleh perusahaan karena hal ini berkaitan dengan kebebasan beragama. ''Seharusnya, tidak boleh dilakukan,'' ujar Tommy yang terkejut karena baru mengetahui berita tersebut. ARSI beranggotakan 25 RS Swasta; dari jumlah keseluruhannya, sebanyak 34 rumah sakit swasta di Kota Bekasi. Salah satunya adalah RSMKB di Bekasi Barat.
ARSI tidak memiliki kewenangan untuk mengatur kebijakan setiap rumah sakit. ''Setiap rumah sakit mempunyai kebijakannya masing-masing,'' kata Tommy. Namun, ia tidak setuju jika ada aturan semacam itu. Tommy yang juga menjabat sebagai direktur RS Graha Juanda, Bekasi Timur, mengatakan bahwa pihak ARSI akan mengagendakan perkara ini dalam pertemuan ARSI selanjutnya. Tujuannya, mengimbau pihak RSMKB serta rumah sakit lainnya agar tidak menerapkan aturan semacam ini. ''Perwakilan mereka tidak datang saat rapat ARSI Kamis (30/10) lalu,'' ungkapnya.
Wine Dwi Mandella saat dikonfirmasi menyatakan rasa terima kasihnya atas dukungan dari berbagai pihak akan kasusnya ini. ''Saya merasa banyak yang menemani perjuangan saya ini.''
Mengenai masalah ini, Manajer HRD dan personalia RSMKB, drg E Setyodewi belum berkomentar. Meski sudah dihubungi melalui telepon selularnya, namun yang bersangkutan tak menjawab.
(dakta.com)